Kamis, 24 Oktober 2019

Perilaku Anak TK yang Menyebabkan Karies Gigi



BAB I
PENDAHULUAN

sumbergambar internet



   A.    LATAR BELAKANG

Kesehatan mulut merupakan hal penting untuk kesehatan secara umum dan kualitas hidup. Kesehatan mulut berarti terbebas kanker tenggorokan, infeksi dan luka pada mulut, penyakit gusi, kerusakan gigi, kehilangan gigi, dan penyakit lainnya, sehingga terjadi gangguan yang membatasi dalam menggigit, mengunyah, tersenyum, berbicara, dan kesejahteraan psikososial (WHO, 2012). Salah satu kesehatan mulut adalah kesehatan gigi. Kesehatan gigi menjadi hal yang penting, khususnya bagi perkembangan anak. Karies gigi adalah salah satu gangguan kesehatan gigi. Karies gigi terbentuk karena ada sisa makanan yang menempel pada gigi, yang pada akhirnya menyebabkan pengapuran gigi. Dampaknya, gigi menjadi keropos, berlubang, bahkan patah. Karies gigi membuat anak mengalami kehilangan daya kunyah dan terganggunya pencernaan, yang mengakibatkan pertumbuhan kurang maksimal (Sinaga, 2013). Karies gigi merupakan suatu penyakit mengenai jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan sementum, berupa daerah yang membusuk pada gigi, terjadi akibat proses secara bertahap melarutkan mineral permukaan gigi dan terus berkembang kebagian dalam gigi. Proses ini terjadi karena aktivitas jasad renik dalam karbohidrat yang dapat diragikan. Proses ini ditandai dengan dimineralisasi jaringan keras dan diikuti kerusakan zat organiknya, sehingga dapat terjadi invasi bakteri lebih jauh ke bagian dalam gigi, yaitu lapisan dentin serta dapat mencapai pulpa (Kumala, 2006).
Karies gigi secara historis telah dianggap komponen paling penting dari beban penyakit mulut global. Fasilitas kesehatan dan penyuluhan pendidikan kesehatan gigi sudah dilakukan, namun pengetahuan masyarakat mengenai karies gigi masih rendah. Menurut data survei World Health Organization tercatat bahwa di seluruh dunia 60–90% anak mengalami karies gigi. Prevelensi tertinggi karies gigi pada anak-anak di Amerika dan kawasan Eropa, indeks agak rendah dari Mediterania Timur dan wilayah barat pasifi k, sementara prevalensi terendah adalah Asia tenggara dan Afrika. Menurut WHO global oral health, indeks karies gigi global di antara anak usia 12 tahun dan rata-rata 1,6 gigi yang berarti rata-rata perorang mengalami kerusakan gigi lebih dari satu gigi (WHO, 2003).
Di Indonesia, hasil Survei Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, antara lain: prevalensi penduduk yang mempunyai masalah gigi mulut adalah 23,4%, penduduk yang telah kehilangan seluruh gigi aslinya adalah 1,6%, prevalensi nasional karies aktif adalah 43,4%, dan penduduk dengan masalah gigi mulut dan menerima perawatan atau pengobatan dari tenaga kesehatan gigi adalah 29,6% (Persatuan Dokter Gigi Indonesia, 2010). Penderita karies gigi di Indonesia memiliki prevalensi sebesar 50–70% dengan penderita terbesar adalah golongan balita (Departemen Kesehatan RI, 2010).
Semakin meningkatnya angka karies gigi saat ini dipengaruhi oleh salah satunya adalah faktor perilaku masyarakat. Sebagian besar masyarakat tidak menyadari pentingnya merawat kesehatan mulut dan gigi. Ketidaktahuan masyarakat tersebut yang mengakibatkan penurunan produktivitas karena pengaruh sakit yang dirasakan. Hal ini karena menurunnya jaringan pendukung gigi. Karies gigi ini nantinya menjadi sumber infeksi yang dapat mengakibatkan beberapa penyakit sistemik (Nurhidayat dkk., 2012).
Dampak yang ditimbulkan akibat karies gigi secara ekonomi adalah semakin lemahnya produktivitas masyarakat. Jika yang mengalami anak-anak maka akan menghambat perkembangan anak sehingga akan menurunkan tingkat kecerdasan anak, yang secara jangka panjang akan berdampak pada kualitas hidup masyarakat (Asse, 2010).
Persoalan di atas menjadi bahan pertimbangan pemerintah untuk melakukan upaya preventif. Berdasarkan Undang-Undang 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dalam pasal 93, dinyatakan bahwa pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi, dan pemulihan kesehatan gigi oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan atau masyarakat yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan. Ayat (2) menyatakan bahwa pelayanan tersebut dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan dan dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan gigi perseorangan, pelayanan kesehatan gigi masyarakat, usaha kesehatan gigi sekolah. Namun yang menjadi persoalan terkait pelayanan adalah masih sangat sedikit penduduk yang dilayani oleh dokter gigi atau tenaga kesehatan. Mayoritas dokter gigi ada diperkotaan, sehingga masyarakat yang ada di pedesaan terkendala untuk aksesnya ke pelayanan.
Menteri Kesehatan RI menyampaikan, “Kemenkes melakukan Kebijakan dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut antara lain melalui upaya promosi, pencegahan dan pelayanan kesehatan gigi dasar di Puskesmas dan Puskesmas pembantu (pustu). Upaya promosi, pencegahan dan pelayanan kesehatan gigi perorangan di RS. Upaya promosi, pencegahan dan pelayanan kesehatan di sekolah melalui Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) dari tingkat TK sampai SMA yang terkoordinir dalam UKS”. Pemerintah sedang mengembangkan berbagai macam UKGS inovatif. Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) dalam bentuk Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM); serta kemitraan kesehatan gigi dan mulut baik di dalam maupun di luar negeri (PDGI, 2011).
Buruknya perilaku kesehatan gigi masyarakat dapat dilihat dari tingginya persentase masyarakat yang menyakini semua orang akan mengalami karies gigi (79,16%), gigi tanggal pada usia lanjut (73,61%), karies gigi sembuh tanpa perawatan dokter (24,44%), penyakit gigi tidak berbahaya (59%), dan perawatan gigi menimbulkan rasa sakit (31,94%). Keyakinan ini akan berpengaruh buruk pada tindakan pemeliharaan dan pencegahan gigi. Begitu halnya dengan kebiasaan menyikat gigi presentase masyarakat yang menyikat gigi pada waktu yang tepat (sesudah makan) sangat rendah (27,50%). Keyakinan gigi sembuh sendiri mungkin penyebab hanya sedikit masyarakat yang berobat ke sarana pelayanan kesehatan gigi (10%) (Tampubolon, 2006).
Faktor yang mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat, baik sebagai pemberi pelayanan (provider) maupun pengguna (costumer), menurut konsep Blum tahun 1974 yang dipengaruhi oleh 4 faktor utama yakni: Lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan (Hereditas).
Menurut Antisari (2005), perilaku memegang peranan penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut. Oleh karena pentingnya perilaku dalam mempengaruhi status kesehatan gigi, maka perilaku dapat mempengaruhi baik buruknya kebersihan gigi dan mulut termasuk mempengaruhi skor karies dan penyakit periodontal (Wahyu dkk., 2013).
Karies gigi secara ideal memang harus ditangani sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, tetapi dalam praktiknya jarang sekali terjadi. Keberadaan karies gigi yang sangat mengganggu aktifitas pengidapnya tidak begitu dihiraukan sehingga membuat jumlah penderitanya semakin bertambah. Salah satunya adalah di Kota Lamongan. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Lamongan tahun 2011, dari 36.366 orang yang mengalami gangguan kesehatan gigi dan mulut diantara sebagian tersebut adalah murid SD atau MI, diantara siswa SD atau MI tersebut yang membutuhkan perawatan akibat dari karies gigi sebanyak 1.467 orang, dan siswa SD atau MI yang mengalami karies gigi parah sehingga perlu dilakukan pencabutan berjumlah sebesar 6.463 orang. Pada tahun 2012 terdapat 22.398 siswa SD atau MI yang membutuhkan perawatan karena terkait masalah karies gigi dan 11.624 orang siswa yang dilakukan pencabutan gigi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah siswa SD atau MI yang terkena masalah terkait karies gigi jumlahnya bertambah dari tahun 2011 ke tahun 2012.
Kecamatan Turi adalah kecamatan yang mempunyai masalah kesehatan gigi dan mulut terbesar ke empat dari seluruh kecamatan di Kabupaten Lamongan pada tahun 2012. Dari 10 trend penyakit di puskesmas Kecamatan Turi tahun 2013 dari bulan januari sampai bulan juli, penyakit gigi selalu masuk dalam 5 besar penyakit. Dari data Puskesmas Kecamatan Turi sendiri didapatkan bahwa dari tahun 2011 hingga tahun 2012 penyakit gigi dan mulut mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2011 jumlah penyakit gigi dan mulut sebanyak 1646 orang dan tahun 2012 sebanyak 2092 orang. Dan dari data puskesmas dapat diketahui bahwa gangguan gigi dan jaringan penyangga menjadi masalah utama dibandingkan dengan 5 penyakit gigi dan mulut yang lainnya. Dan karies gigi sendiri menjadi masalah terbesar ke tiga dari 5 penyakit gigi dan mulut lainnya. Program yang dilakukan Puskesmas untuk kesehatan gigi dan mulut sendiri dilakukan dengan UKGS di sekolah dilakukan bersamaan dengan skrining, yang dilakukan dua kali dalam setahun. Program yang lainnya yaitu UKGMD dilakukan setiap 1 tahun sekali.
Desa Balun adalah desa terbesar di Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan yang memiliki program kesehatan untuk masyarakatnya. Program tersebut dilaksanakan oleh puskesmas setempat. Namun, sebagian besar masyarakat desa Balun tidak menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia. Hal ini kemungkinan besar karena keadaan ekonomi, jarak tempat tinggal ke puskesmas, pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut serta kepercayaan terhadap hal-hal non medis. TK R.A Bustanussholihin merupakan salah satu sekolah TK yang berada di wilayah Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan dan sebagian besar putera dan puteri masyarakat Desa Balun sekolah di TK tersebut. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada salah satu TK yang terdapat di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan yaitu TK R.A Bustanussholihin pada tanggal 6 April 2013 diketahui bahwa dari 25 orang anak yang diobservasi terdapat 20 anak yang menderita karies gigi. Hal ini menunjukkan bahwa, tingkat penderita karies gigi di sekolah ini cukup tinggi. Selain dilakukan observasi di sekolah ini juga dilakukan wawancara dengan orang tua anak yang menderita karies gigi. Berdasarkan keterangan dari orang tua anak, dapat diketahui bahwa anak-anak yang terkena karies gigi memiliki hobi mengkonsumsi makanan manis seperti cokelat dan semacamnya. Makanan manis menjadi salah satu penyebab terjadinya karies gigi yang diderita anaknya. Berdasarkan keterangan dari orang tua anak penderita karies gigi, dapat diketahui bahwa permasalahan utama atas terjadinya karies gigi pada anak adalah ketidakmampuan orang tua dalam melakukan pencegahan primer, sehingga pola makan dan hidup anak tidak terkendali.


   B.     RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakan diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut, Perilaku anak TK terhadap kejadian karies.

   C.     TUJUAN PENELITIAN
1.      Tujuan Umum
Penelitian ini adalah menganalisis faktor yang berhubungan dengan karies gigi pada anak usia 4–6 tahun
2.      Tujuan Khusus
Mempelajari kejadian karies gigi pada anak usia 4–6 tahun
   D.    Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi ilmiah bagi Dinas Kesehatan Kota setempat dalam menyusun program kesehatan gigi dan dunia ilmu pengetahuan kedokteran gigi pada umumnya, dan dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan masukan dalam bahan pengajaran mengenai kesehatan gigi dan mulut bagi siswa di sekolah serta dapat dijadikan pengetahuan bagi orang tua agar memperhatikan pola makan anak dan juga pentingnya kesehatan gigi anak.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Turi merupakan salah 1 dari 25 puskesmas yang terletak di kabupaten Sleman.
Puskesmas Turi yang terletak di Jalan Pakem – Turi, Randusongo, Donokerto, Turi, merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten Sleman yang berjenis perawatan dan memiliki Ruang UGD yang cukup memadai.
1.      Visi yang ingin dicapai oleh Puskesmas Turi adalah “Puskesmas Turi Sebagai Pilihan Utama Masyarakat dalam Upaya Kesehatan yang berdaya saing dan Berkeadilan”.
2.      Misi Puskesmas Turi
1. Memberikan pelayanan dasar yang bermutu, terjangkau, dan berkeadilan.
2. Menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat di bidang kesehatan.
3. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan.
4. Meningkatkan manajemen dan sistem informasi kesehatan.
5. Meningkatkan kemitraan dengan pihak lain.
B.     Pelayanan Rawat Jalan
Pelayanan Rawat jalan di puskesmas turi setiap hari rata-rata menangani kurang lebih sebanyak 90-120 pasien, untuk semua poli di rawat jalan.  Puskesmas Turi memiliki fasilitas BP Umum, BP Gigi, KIA, Laboratorium, Gizi, Konsultasi Psikologi,  Fisioterapi dan   Apotek.
No
JENIS LAYANAN
JADWAL LAYANAN
PENANGGUNG JAWAB

HARI
JAM

1
 Loket Pendaftaran
Senin s/d Kamis
07.30-12.00
 Agus Budiarto, SE

Jum'at
07.30-10.30

Sabtu
07.30-11.00

2
Pelayanan Pemeriksaan Umum
Senin s/d Kamis
07.30 - 14.00
 dr. Evi Dwi Handayani

Jum'at
07.30 - 11.00

Sabtu
07.30 - 12.00

3
Pelayanan Gawat Darurat
Senin s/d Kamis
07.30 - 14.00
 Panji Gunawan, Amd. Kep

Jum'at
07.30 - 11.00

Sabtu
07.30 - 12.00

4
Pelayanan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) dan Imunisasi
Senin s/d Kamis
07.30 - 14.00
 Suhariyati Amd Keb.

Jum'at
07.30 - 11.00

Sabtu
07.30 - 12.00

5
Pelayanan kesehatan ibu dan KB (Keluarga Berencana)
Senin s/d Kamis
07.30 - 14.00
 Widiyah Ningrum, Amd Keb.

Jum'at
07.30 - 11.00

Sabtu
07.30 - 12.00

6
Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
Senin s/d Kamis
07.30 - 14.00
 drg. Sri Kusuma Listyorini

Jum'at
07.30 - 11.00

Sabtu
07.30 - 12.00

7
Pelayanan farmasi
Senin s/d Kamis
07.30 - 14.00
 Nunuk Yuniarti

Jum'at
07.30 - 11.00

Sabtu
07.30 - 12.00

8
Pelayanan Rawat Inap
Senin s/d Minggu
24 Jam
 Tatin, Amd.Kep



9
Pelayanan Laboratorium.
Senin s/d Kamis
07.30 - 14.00
 Yuyun Windarsih

Jum'at
07.30 - 11.00

Sabtu
07.30 - 12.00

10
Pelayanan Gizi
Senin s/d Kamis
07.30 - 14.00
 Esti Wulandari  STP, S.Gz.

Jum'at
07.30 - 11.00

Sabtu
07.30 - 12.00

11
Pelayanan Paru
Senin s/d Kamis
07.30 - 14.00
 Aniek Rahayu, A.Md.Kep

Jum'at
07.30 - 11.00

Sabtu
07.30 - 12.00

12
Pelayanan Kusta
Senin
07.30 - 14.00
 Ahmad Mahfud

13
Pelayanan VCT
Kamis
07.30 - 14.00
 Edi Sasmito

Sabtu
07.30 - 12.00

14
Pelayanan  Akupresur
Rabu
07.30 - 14.00
 Suparmi Amd Kep.

15
Pelayanan Sanitasi
Selasa
07.30 - 14.00
 Yenny Dwi S, A.Md. KL

16
Pelayanan  Kesehatan Jiwa
Jum’at
07.30 - 14.00
 Panji Gunawan, Amd. Kep

17
Electro Cardio Grafi ( ECG )
Senin s/d Kamis
07.30 - 14.00
 Panji Gunawan, Amd.Kep

Jum'at
07.30 - 11.00

Sabtu
07.30 - 12.00

18
 Ambulance
Senin  s/d Minggu
24 Jam
 Siyono


19
PUSTU, Polindes, Ponkesdes
Senin s/d Kamis
07.30 - 14.00
 Seluruh Bidan Desa

Jum'at
07.30 - 11.00

Sabtu
07.30- 12.00



   C.    Keadaan Penduduk
Penduduk wilayah Puskesmas Turi menurut kelompok umur menunjukkan bahwa yang berusia muda ( 0-14 th ) sebesar 11.195 yang berusia produktif  (15-64 th) sebesar 32.847 dan yang berusia tua ( > 65 th ) sebesar 3.850.
Jumlah penduduk laki-laki relatif seimbang dibandingkan penduduk perempuan. Sedangkan jumlah penduduk tertinggi adalah Desa Balun ( 4.344 ) jiwa dan jumlah penduduk terendah adalah Desa Bambang ( 1.259 ) jiwa. Komposisi penduduk UPT. Puskesmas Turi di rinci menurut kelompok umur dan jenis kelamin menunjukkan penduduk laki-laki maupun perempuan proporsi terbesar berada pada kelompok umur 10-44 th dan umur 5-9 th. 

   D.    Puskesmas
Puskesmas adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat serta  menggunakan teknologi tepat guna dan menitikberatkan pada pelayanan untuk masyarakat luas, guna mencapai derajat kesehatan yang optimal.1 Banyak puskesmas yang masih belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk pelayanan kesehatan masyarakat, diantaranya adalah puskesmas Sumbersari. Peralatan kedokteran gigi masih banyak yang masih belum dimiliki puskesmas, oleh karena puskesmas biasanya hanya memberikan perawatan - perawatan dasar/ringan, sehingga  banyak kasus yang dirujuk atau ditangani secara minimal.
Tujuan pembangunan kesehatan nasional adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi semua orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya untuk mencapai itu maka diselenggarakan upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu .1 Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat adalah dengan meningkatkan kemampuan tenaga medis atau dokter dalam pelayanannya, misalnya pelayanan dokter gigi dalam pencegahan penyakit gigi, menemukan secara dini kasus gigi dan mulut serta melakukan tindakan pengobatan yang adekuat, pemberantasan penyakit gigi dan mulut yang menyebabkan cacat.
Peningkatan kinerja merupakan salah satu upaya untuk mempercepat tercapainya Indonesia Sehat 2010. Kinerja adalah penampilan hasil karya personal dalam suatu organisasi, dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personal. Kinerja Dokter gigi di Puskesmas merupakan karya suatu organisasi dan merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan kesehatan masyarakat terutama dibidang kesehatan gigi dan mulut.
Kinerja tenaga kesehatan dalam organisasi pelayanan kesehatan pemerintah adalah masih rendah. Tingkat kinerja tenaga diketahui dengan mempelajari beberapa indikator upaya kesehatan, misalnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan. Tingkat kinerja tenaga kesehatan dapat diukur dari cakupan dan aktivitas mereka dalam upaya pelayanan kesehatan.   Tingkat kinerja tenaga kesehatan menunjukkan tingkat produktivitas mereka. Cakupan pelayanan penderita di balai pengobatan gigi dan mulut yang masih rendah menunjukkan kinerja dokter gigi yang belum optimal. Jumlah penderita yang dilayani perhari merupakan salah satu indikator kinerja yang terukur dari dokter gigi Puskesmas dalam menjalankan tugas di wilayah kerjanya.
Karies gigi secara historis telah dianggap komponen paling penting dari beban penyakit mulut global. Fasilitas kesehatan dan penyuluhan pendidikan kesehatan gigi sudah dilakukan, namun pengetahuan masyarakat mengenai karies gigi masih rendah. Menurut data survei World Health Organization tercatat bahwa di seluruh dunia 60–90% anak mengalami karies gigi. Prevelensi tertinggi karies gigi pada anak-anak di Amerika dan kawasan Eropa, indeks agak rendah dari Mediterania Timur dan wilayah barat pasifi k, sementara prevalensi terendah adalah Asia tenggara dan Afrika. Menurut WHO global oral health, indeks karies gigi global di antara anak usia 12 tahun dan rata-rata 1,6 gigi yang berarti rata-rata perorang mengalami kerusakan gigi lebih dari satu gigi (WHO, 2003). Di Indonesia, hasil Survei Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, antara lain: prevalensi penduduk yang mempunyai masalah gigimulut adalah 23,4%, penduduk yang telah kehilangan seluruh gigi aslinya adalah 1,6%, prevalensi nasional karies aktif adalah 43,4%, dan penduduk dengan masalah gigi-mulut dan menerima perawatan atau pengobatan dari tenaga kesehatan gigi adalah 29,6% (Persatuan Dokter Gigi Indonesia, 2010). Penderita karies gigi di Indonesia memiliki prevalensi sebesar 50–70% dengan penderita terbesar adalah golongan balita (Departemen Kesehatan RI, 2010).
Menteri Kesehatan RI menyampaikan, “Kemenkes melakukan Kebijakan dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut antara lain melalui upaya promosi, pencegahan dan pelayanan kesehatan gigi dasar di Puskesmas dan Puskesmas pembantu (pustu). Upaya promosi, pencegahan dan pelayanan kesehatan gigi perorangan di RS. Upaya promosi, pencegahan dan pelayanan kesehatan di sekolah melalui Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) dari tingkat TK sampai SMA yang terkoordinir dalam UKS”. Pemerintah sedang mengembangkan berbagai macam UKGS inovatif. Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) dalam bentuk Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM); serta kemitraan kesehatan gigi dan mulut baik di dalam maupun di luar negeri (PDGI, 2011).
Kecamatan Turi adalah kecamatan yang mempunyai masalah kesehatan gigi dan mulut terbesar ke empat dari seluruh kecamatan di Kabupaten Lamongan pada tahun 2012. Dari 10 trend penyakit di puskesmas Kecamatan Turi tahun 2013 dari bulan januari sampai bulan juli, penyakit gigi selalu masuk dalam 5 besar penyakit. Dari data Puskesmas Kecamatan Turi sendiri didapatkan bahwa dari tahun 2011 hingga tahun 2012 penyakit gigi dan mulut mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2011 jumlah penyakit gigi dan mulut sebanyak 1646 orang dan tahun 2012 sebanyak 2092 orang. Dan dari data puskesmas dapat diketahui bahwa gangguan gigi dan jaringan penyangga menjadi masalah utama dibandingkan dengan 5 penyakit gigi dan mulut yang lainnya. Dan karies gigi sendiri menjadi masalah terbesar ke tiga dari 5 penyakit gigi dan mulut lainnya. Program yang dilakukan Puskesmas untuk kesehatan gigi dan mulut sendiri dilakukan dengan UKGS di sekolah dilakukan bersamaan dengan skrining, yang dilakukan dua kali dalam setahun. Program yang lainnya yaitu UKGMD dilakukan setiap 1 tahun sekali.
Desa Balun adalah desa terbesar di Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan yang memiliki program kesehatan untuk masyarakatnya. Program tersebut dilaksanakan oleh puskesmas setempat. Namun, sebagian besar masyarakat desa Balun tidak menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia. Hal ini kemungkinan besar karena keadaan ekonomi, jarak tempat tinggal ke puskesmas, pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut serta kepercayaan terhadap hal-hal non medis. TK R.A Bustanussholihin merupakan salah satu sekolah TK yang berada di wilayah Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan dan sebagian besar putera dan puteri masyarakat Desa Balun sekolah di TK tersebut. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada salah satu TK yang terdapat di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan yaitu TK R.A Bustanussholihin pada tanggal 6 April 2013 diketahui bahwa dari 6 orang anak yang diobservasi terdapat 5 anak yang menderita karies gigi. Hal ini menunjukkan bahwa, tingkat penderita karies gigi di sekolah ini cukup tinggi. Selain dilakukan observasi di sekolah ini juga dilakukan wawancara dengan orang tua anak yang menderita karies gigi. Berdasarkan keterangan dari orang tua anak, dapat diketahui bahwa anak-anak yang terkena karies gigi memiliki hobi mengkonsumsi makanan manis seperti cokelat dan semacamnya. Makanan manis menjadi salah satu penyebab terjadinya karies gigi yang diderita anaknya. Berdasarkan keterangan dari orang tua anak penderita karies gigi, dapat diketahui bahwa permasalahan utama atas terjadinya karies gigi pada anak adalah ketidakmampuan orang tua dalam melakukan pencegahan primer, sehingga pola makan dan hidup anak tidak terkendali. Atas dasar inilah, maka penelitian tentang Faktor yang berhubungan dengan karies gigi pada anak usia 4–6 tahun di R.A Bustanussholihin Desa Balun kecamatan Turi Kabupaten Lamongan dilakukan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi ilmiah bagi Dinas Kesehatan Kota setempat dalam menyusun program kesehatan gigi dan dunia ilmu pengetahuan kedokteran gigi pada umumnya, dan dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan masukan dalam bahan pengajaran mengenai kesehatan gigi dan mulut bagi siswa di sekolah serta dapat dijadikan pengetahuan bagi orang tua agar memperhatikan pola makan anak dan juga pentingnya kesehatan gigi anak





BAB III
KERANGKA TEORI

a  A.    Epidemiologi Karies Geigi
Masalah karies gigi masih mendapat perhatian karena sampai sekarang penyakit tersebut masih menduduki urutan tertinggi dalam masalah penyakit gigi dan mulut, yaitu penyakit tertinggi keenam yang dikeluhkan masyarakat Indonesia dan menempati urutan keempat penyakit termahal dalam pengobatan (Direktorat Kesehatan Gigi Departemen Kesehatan RI,1994)
Hasil penelitian didapatkan 60 anak (76,9%) mengalami karies gigi, sedangkan 18 anak (23,1%) tidak ada karies gigi. Angka kejadian anak yang mengalami karies gigi cukup tinggi. Faktor yang dapat menyebabkan timbulnya karies yaitu frekuensi menyikat gigi, waktu menyikat gigi, kebiasaan makanan kariogenik, pendidikan orang tua, pengetahuan orang tua, dan tingkat ekonomi (Ghofur, 2012).
Berdasarkan teori Blum, status kesehatan gigi dan mulut seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor penting yaitu keturunan, lingkungan (fisik maupun social budaya), perilaku, dan pelayanan kesehatan. Dari keempat faktor tersebut, perilaku memegang peranan yang penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut.Di samping mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut secara langsung, perilaku juga dapat mempengaruhi faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan. Perilaku menurut Lewin merupakan fungsi hubungan antara individu dan lingkungannya(Boedihardjo,1985 ;Herijuliantidkk.,2001).
Menurut Kidd dan Bechal(1992), menyatakan masyarakat yang banyak mengonsumsi makanan yang berserat cenderung mengurangi terjadinya karies dari pada masyarakat yang mengonsumsi makanan lunak dan banyak mengandung gula.Sehubungan dengan pendapat di atas, maka frekuensi membersihkan gigi dan mulut sebagai bentuk perilaku akan mempengaruhi baik atau buruknya kebersihan gigi dan mulut, di mana akan mempengaruhi juga angka karies dan penyakit penyangga gigi. Namun jarang sekali dilakukan penelitian mengenai hubungan perilaku dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut (Herijulianti dkk.,2001).
Menurut Hawskins dkk. (2000) usaha pemerintah untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia sangat membutuhkan peranserta masyarakat sendiri terutama perubahan perilaku, melalui program penyuluhan dan pelatihan sikat gigi massal merupakan suatu program yang dilakukan oleh pemerintah melalui puskesmas setiap tahun. Pendidikan  kesehatan yang diberikan beserta dengan pelatihan akan memberikan hasil yang optimal.
Masih tingginya angka karies gigi bisa berhubungan dengan pola kebiasaan makan yang salah dan beberapa perilaku seperti masyarakat lebih meenyukai makanan manis, kurang berserat dan mudah lengket. Adnya persepsi masyarakat bahwa penyakit gigi tidak menyebabkan kematian sehingga masyarakat kurang kepeduliannya untuk menjaga kebersihan mulut dan mendudukkan masalah pada tingkat kebutuhan sekunder yang terakhir.
Padahal gigi merupakan fokus infeksi terjadinya penyakit sistemik, antara lain penyakit ginjal dan jantung (Notoatmodjo,2003 ;Putridkk, 2011 )
Adyatmaka (1992) mengemukakan bahwa dengan semakin baiknya tingkat sosial ekonomi serta pendidikan masyarakat, serta masih tingginya penyakit gigi dan mulut, maka tuntutan terhadap pelayanan kesehatan dasar yang disediakan oleh Puskesmas adalah pelayanan kesehatan gigi dasar.
Penelitian Kiswaluyodan Dwiatmoko (1997) yang dalam penelitiannya menyatakan bahwa status gizi yang jelek akan menimbulkan pengaruh pada tulang dan gigi, yaitu berupa pengaruh pada bentuk dan komposisinya. Keadaan ini dapat menyebabkan gigi mudah karies.

1.      Karies gigi
Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam microbial dari substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas (Schachtele, 1983; Kidd, 2005).
Menurut Newbrun (1989a) ; Kidd and Bachal (1992 ) karies gigi adalalah suatu penyakit jaringan keras gigi dengan adanya demineralisasi bahan anorganik yanh kemudian diikuti bahan organiknya yang mengenai email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat difermentasikan. Terjadinya invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapikal yang dapat menyebabkan nyeri.

2.      Patofisiologi Karies Gigi
Karies gigi bisa terjadi apabila terdapat empat faktor utama yaitu gigi, substrat, mikroorganisme, dan waktu. Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa yang dapat diragikan oleh  bakteri tertentu dan membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai dibawah 5 dalam tempo 3-5 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi (Kidd, 2012).
Proses terjadinya karies dimulai dengan adanya plak dipermukaan gigi. Plak terbentuk dari campuran antara bahan-bahan air ludah seperti musin, sisa-sisa sel jaringan mulut, leukosit, limposit dan sisa makanan serta bakteri. Plak ini mula-mula terbentuk, agar cair yang lama kelamaan menjadi kelat, tempat bertumbuhnya bakteri(Suryawati, 2010).
Selain karena adanya plak, karies gigi juga disebabkan oleh sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri yangmenempel pada waktu tertentu yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang akan menyebabkan demineralisasi email yang berlanjut menjadi karies gigi. Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makroskopis dapat dilihat. Pada karies dentin yang baru mulai,yang terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan lapisan lima (Suryawati, 2010).
Patofisiologi karies gigi menurut Miller, Black dan William adalah awalnya asam () terbentuk karena adanya gula (sukrosa) dan bakteri dalam plak (kokus). Gula (sukrosa) akan mengalami fermentasi oleh bakteri dalam plak hingga akan terbentuk asam () dan dextran. Desxtran akan melekatkan asam () yang terbentuk pada permukaan email gigi. Apabila hanya satu kali makan gula (sukrosa), maka asam () yang terbentuk hanya sedikit. Tapi bila konsumsi gula (sukrosa) dilakukan berkali-kali atau sering maka akan terbentuk asam hingga pH mulut menjadi ±5(Chemiawan, 2004). Asam () dengan pH ±5 ini dapat masuk ke dalam email melalui ekor enamel port (port d’entre). Tapi permukaan email lebih banyak mengandung kristal fluorapatit yang lebih tahan terhadap serangan asam sehingga asam hanya dapat melewati permukaan email dan akan masuk ke bagian bawah permukaan email. Asam yang masuk ke bagian bawah permukaan email akan melarutkan kristal hidroksiapatit yang ada
 Apabila asam yang masuk kebawah permukaan email sudah banyak, maka reaksi akan terjadi berulang kali. Maka jumlah Ca yang lepas bertambah banyak dan lama kelamaan Ca akan keluar dari email. Proses ini disebut dekalsifikasi, karena proses ini terjadi pada bagian bawah email maka biasa disebut dekalsifikasi bagian bawah permukaan. Ringkasan terjadinya karies gigimenurut Schatz(Chemiawan, 2004)
Sukrosa           +          Plak                 Asam
Asam               +          Email               Karies

3.      Etiologi karies gigi
Karies gigi dimulai dengan adanya plakdi permukaan gigi. Gula (sukrosa) dari sisa makanan dan bakteri menempel pada waktu tertentu berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan PH mulut menjadi kritis (5,5) dalam waktu 1-3 menit. Hal ini menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi. Penurunan PH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses karies terjadi dari permukaan gigi (pit, fissure dan daerah interproksimal) meluas kearah pulpa (Schachtele, 1983;Almstahldkk.,2001;Kidd, 2005).
Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama (Kidd and Bechal,1992; Kidd, 2005).Keempat faktor tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
a.       Host(gigi dan saliva)
Enamel merupakan jaringan keras gigi dengan susunan kimia kompleks yangmengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahanorganik 2%. Lapisan luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat, dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Gigi desidui lebih mudah terserang karies dibandingkan dengan gigi permanen, karena enamel gigidesidui mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlahmineralnya lebih sedikit daripada gigi permanen(Bratthall, 2004).
Daerah pitdan fissurepada permukaan oklusal gigi merupakan daerah yang paling sering terkena karies gigi.Hal ini disebabkan oleh sisa-sisa makanan, mikroorganosme yang tertinggal di daerah pitdan fissureyang dalam serta bulu sikat gigi yang tidak mampu untuk mencapai fisura gigi yang dalam (Lestari and Boesro, 1999).
Peranan saliva dalam menjaga kelestarian gigi sangat penting. Banyak ahli menyatakan, saliva merupakan pertahanan pertama terhadap karies. Saliva berfungsi sebagai pelican, pelindung, buffer, pembersih, anti pelarut dan anti bakteri. Saliva juga berperan penting dalam proses terbentuknya plakgigi. Saliva juga merupakan media yang baik untuk kehidupan mikroorganisme tertentu yang behubungan dengan karies (Kidd, 2005).
b.      Substratatau diet
Substrat adalah sisa makanan atau minuman yang menepel pada permukaan gigi. Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembang biakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel (Bratthall, 2004). Karbohidrat dari makanan seperti sukrosa dan glukosa akan membantu pembuatan asam bagi bakteri dan sintesispolisakarida ekstra sel. Karbohidrat dengan berat molekul seperti gula akan segera menyerap ke dalam plakdan dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri (Kidd and Bechal, 1992; Seminario, dkk.,2005).
c.       Agent (mikroorganisme)
Plak memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Pla kmerupakan suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan (Bratthall,2004; Kidd and Bechal, 1992)
Terdapat sejumlah organisme asidogenik yang dapat ditetapkan melalui kemampuan berkoloni pada gigi untuk menurunkan PH sampai 4,1. Kondisi lingkungan yang mengandung gula menguntungkan Streptococcus mutans, streptococcus sanguinis, lactobacillusacidophilus, caser danactinomyces viscosus hampir memenuhi kriteria ini.Streptococcus mutans merupakan kuman kariogenik karena mampu segera membuat asam dari karbohidrat, karena fermentasi kuman-kuman tersebut tumbuh subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan gigi (Schachele, 1983; Kidd and Bechal, 1992;Bratthall, 2004).
d.      Waktu
Proses terjadinya karies perlu waktu tertentu, karena bakteri kariogenik butuh waktu lama dalam memfermentasikan karbohidrat menjadi asam yang akan melarutkan email (Kidd dan Bechal, 1992). Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi diperkirakan 6-48 bulan (Kidd and Bechal, 1992; Bratthall, 2004)

4.      Klasifikasi Karies gigi
Menurut Willet dkk(1991) dan Samaranayake (2006). Bentuk-bentuk dan letak karies gigidiklasifikasikan berdasarkan kedalaman karies gigi yaitu :
a.       Karies superfisialis
Karies yang sudah mengenai email, sedangkan bagian dentin belum terkena.
b.      Karies media
Karies yang sudah mengenai bagian dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin atau belum mengenai pulpa gigi.
c.       Karies profunda
Karies sudah mengenai lebihdari setengah dentin dan masih selapis dentin

5.      Pencegahan Karies gigi
Modifikasi kebiasaan anak
Modifikasi kebiasaan anak bertujuan untuk merubah kebiasaan anak yang salah mengenai kesehatan gigi dan mulutnya sehingga dapat mendukung prosedur pemeliharaan dan pencegahan karies
Oleh karena itu, dirasakan adanya kebutuhan untuk melakukan upaya pencegahan penyakit gigi melalui sekolah pada jenjang yang lebih awal, yaitu pra sekolah. WHO merekomendasikan kelompok usia tertentu untuk diperiksa yaitu kelompok usia 5 tahun untuk gigi sulung.
Melakukan promosi kesehatan cara mengosok gigi dengan baik dan benar, agar terhindar dari penyakit gigi.
Karies gigi adalah penyakit yang dapat dicegah. Pencegahan ini meliputi seluruh aspek kedokteran gigi yang dilakukan oleh dokter gigi, individu dan masyarakat yang mempengaruhi kesehatan rongga mulut. Sehubungan dengan hal ini, pelayanan pencegahan difokuskan pada tahap awal, sebelum timbulnya penyakit (pre-patogenesis) dan sesudah timbulnya penyakit (patogenesis) (Angela, 2005). Hugh Roadman Leavell dan E Guerney Clark (Leavell dan Clark) dari Universitas Harvard dan Colombia membuat klasifikasi pelayanan pencegahan tersebut atas 3 yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier (Rethman,2000).
a.       Pencegahan Primer
Pelayanan yang diarahkan pada tahap pre-patogenesis merupakan pelayanan pencegahan primer atau pelayanan untuk mencegah timbulnya penyakit. Hal ini ditandai dengan upaya meningkatkan kesehatan (health promotion) dan memberikan perlindungan khusus (spesific protection). Upaya promosi kesehatan meliputi pemberian informasi mengenai cara menyingkirkan plak yang efektif atau cara menyikat gigi dan menggunakan benang gigi (flossing). Upaya perlindungan khusus termasuk pelayanan yang diberikan untuk melindungi hostdari serangan penyakit dengan membangun penghalang untuk melawan mikroorganisme(Rethman,2000).
b.      Pencegahan Sekunder
Pelayanan yang ditujukan pada tahap awal patogenesis merupakan pelayanan pencegahan sekunder, untuk menghambat atau mencegah penyakit agar tidak berkembang atau kambuh lagi. Kegiatannya ditujukan pada diagnosa dini dan pengobatan yang tepat. Sebagai contoh, melakukan penambalan pada lesi karies yang kecil dapat mencegah kehilangan struktur gigi yang luas (Rethman,2000).
c.       Pencegahan Tersier
Pelayanan ditujukan terhadap akhir dari patogenesis penyakit yang dikenal sebagai pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah kehilangan fungsi dari gigi. Kegiatannya meliputi pemberian pelayanan untuk membatasi ketidak mampuan (cacat) dan rehabilitasi. Gigi tiruan dan implan termasuk dalam kategori ini (Rethman, 2000).
Putri dkk.,2011menyatakan bahwa langkah-langkah tindakan pencegahan dalam bidang kedokteran gigi menurut Leavel dan Clark terdiri dari lima tingkatan pencegahan (five level of preventive)dalam melakukan pendidikan kesehatan, sebagai berikut:
1.      Health promotion
Tahap ini dapat diterapkan pada pencegahan karies gigi, diantaranya pendidikan kesehatan gigi (dental health education), pendidikan mengenai gizi, yaitu tuntunan pemberian kualitas makanan yang baik selama pembentukan dan perkembangan gigi.
2.      Specific protection
Tahap ini adalah aplikasi topikal fluor di daerah yang tidak terjangkau fluoridasi air minum, penutupan fisura, serta kemungkinan dilakukan imunisasi aktif.
3.      Early diagnosis and prompt treatment
Dilakukan untuk mendeteksi karies gigi dan penyakit mulutlainnya yang bersamaan dengan program kesehatan gigi. Program ini sebaiknya dilakukan secara berkala dan berkesinambungan
4.      Disability limitationhap
Pada tahap ini misalnya kegagalan dalam mendeteksi dini suatu penyakit atau dalam tahap lanjutan yang telah mengenai pulpa sehingga harus dilakukan perawatan saluran akar atau pencabutan.
5.      Rehabilitation
Pada tahap terakhir ini dapat dilakukan penggantian gigi serta penempatan gigi pada posisi yang tepat.

   B.     Perilaku
Menurut Antisari (2005), perilaku memegang peranan penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut. Oleh karena pentingnya perilaku dalam mempengaruhi status kesehatan gigi, maka perilaku dapat mempengaruhi baik buruknya kebersihan gigi dan mulut termasuk mempengaruhi skor karies dan penyakit periodontal (Wahyu dkk., 2013).
Buruknya perilaku kesehatan gigi masyarakat dapat dilihat dari tingginya persentase masyarakat yang menyakini semua orang akan mengalami karies gigi (79,16%), gigi tanggal pada usia lanjut (73,61%), karies gigi sembuh tanpa perawatan dokter (24,44%), penyakit gigi tidak berbahaya (59%), dan perawatan gigi menimbulkan rasa sakit (31,94%). Keyakinan ini akan berpengaruh buruk pada tindakan pemeliharaan dan pencegahan gigi. Begitu halnya dengan kebiasaan menyikat gigi presentase masyarakat yang menyikat gigi pada waktu yang tepat (sesudah makan) sangat rendah (27,50%). Keyakinan gigi sembuh sendiri mungkin penyebab hanya sedikit masyarakat yang berobat ke sarana pelayanan kesehatan gigi (10%) (Tampubolon, 2006
Perilaku manusia adalah tindakan manusia yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti adat, emosi, etika dan lain-lain. Aktivitas atau kegiatan manusia, bisa diartikan dalam bentuk yang luas, dan aktivitas tersebut dapat diamati langsung, maupun yang tidak bisa diamati langsung. Perilaku manusia merupakan bentuk dari suatu emosi yang mendapat rangsangan dari luar (lingkungan). Green mencoba melakukan penelitian perilaku seseorang dari tingkat kesehatan. Kesehatan individu atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). Perilaku ini akan ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor: Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), Faktor faktor pendukung (enabling factors), Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) (Notoatmodjo, 2003).
Budiharto (2010) menyatakan perilaku kesehatan adalah sikap seseorang terhadap lingkungannya yang ada hubungannya dengan konsep sehat, sakit, dan penyakit. Bentuk fungsional perilaku kesehatan digolongkan menjadi tiga wujud, yaitu yang pertama perilaku dalam wujud pengetahuan yaitu dengan mengetahui kondisi atau rangsangan dari luar yang berupa konsep sehat, sakit, dan penyakit. Bentuk fungsional yang kedua, Perilaku dalam bentuk sikap yaitu respon batin terhadap rangsangan dari luar yang disebabkan oleh faktor lingkungan: fi sik (kondisi alam), biologis lingkungan sosial (masyarakat sekitarnya), dan yang ketiga perilaku dalam bentuk tindakan yaitu berupa perbuatan melakukan sesuatu terhadap situasi atau rangsangan luar.


   C.     Umur  3-6 Tahun
Anak usia dini merupakan masa keemasan yang patut diperhatikan karena setiap tahap perkembangan mempunyai karakter khusus yang unik, beberapa ahli mengatakan bahwa perkembangan intelektual anak usia 3 tahun tidak diminimalkan dengan stimulasi yang benar, maka perkembangannya akan berhenti sampai usia 6 tahun (Yulia, 2005). dengan berbagai macam potensi jika anak usia 3 tahun dirangsang dan dikembangkan segala potensinya maka akan berkembang secara optimal (Putri, Maemunah, & Rahayu, 2017).
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang sangat penting bagi kesehatan secara keseluruhan, factor penting yang menentukan kualitas sumber daya manusia adalah kesehatan anak usia pra sekolah. Salah satu kelompok rentan terhadap penyakit gigi dan mulut, karena pada umumnya anak-anak masih mempunyai perilaku atau kebiasaan diri yang kurang baik terhadap kesehatan gigi dan mulut (Berwulo, 2011).
Menurut Biechlerdan Snowman yang dikutip oleh Patmonodewo (2003), yang dimaksud anak usia prasekolah adalah anak-anakyang berusia 3-6 tahun. Yang berusia 3 tahun biasanya mengikuti program kelompok bermain sedangkan yang berusia 4-6 tahun biasanya mengikuti program Taman kanak-kanak. Anak usia prasekolah mempunyai ciri khas yaitu sedang menjalani proses tumbuh kembang termasuk tumbuh kembang gigi sulung dan gigi tetap, banyak melakukan aktivitas jasmani,dan mulai aktif berinteraksi dengan lingkungan sosial maupun alam sekitarnya.
Gigi pada anak prasekolah umumnya masih merupakan gigi sulung (primary teeth) dengan struktur dan morfologi gigi yang rentan terhadap karies. Menurut Maulidta,7 prevalensi karies gigi anak usia prasekolah yang masih tinggi disebabkan antara lain karena kebiasaan mereka menyikat gigi tidak sesuai prosedur serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang kariogenik. Selain itu,anak masih sangat tergantung pada orangtua dalam hal menjaga kebersihan dan kesehatan giginya.
Gigi sulung bila tumbuh lengkap berjumlah 20 buah, masing-masing 10 gigi di rahang atas dan 10 gigi di rahang bawah yang terdiri dari 4 gigi seri (insisivus), 2 gigi taring (kaninus),dan 4 gigi geraham (molar). Gigi-gigi pertama biasanya erupsi setelah 6-7 bulan sesudah kelahiran dan semua gigi-gigi sulung biasanya erupsi pada usia 2,5 atau 3 tahun. Dengan demi-kian,sejak usiaini anak tersebut sudah siapmengunyah makanan dengan sempurna.
Menurut Kotler dan Clarke, pola umur mempengaruhi permintaan fasilitas perawatan kesehatan. Kebutuhan kesehatan sebagian besar berkaitan dengan umur.  Struktur umur di negara berkembang memiliki proporsi penduduk muda yang lebih besar dan proporsi penduduk usia tua lebih kecil dibandingkan dengan negara maju.         
Menurut Trisnantoro, faktor umur sangat mempengaruhi permintaan konsumen terhadap pelayanan kesehatan preventif dan kuratif. Fenomena ini terlihat pada pola demografi di negara-negara maju yang  pola permintaan pelayanan kesehatan gigi yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok berubah menjadi masyarakat tua.


   D.    Obat-obat yang diberikan
Penatalaksanaan
Pengobatan simptomatik dapat diberikan parasetamol atau ibuprofen atau asam mefenamat.
a.       Parasetamol
Dosis dewasa :500 mg setiap 6-8 jam.
Dosis anak : 10-15 mg/kgbb, setiap 6-8 jam.
b.      Ibu profen
Dosisdewasa: 200mg 3 kali sehari.
c.       Asam Mefenamat
Dosis dewasa: 500mg awal dilanjutkan 250 mg 3 kali sehari sesudahmakan (Kemenkes, 2012)





BAB IV
PENUTUP

   A.    Kesimpulan
Pada anak TK R.A Bustanussholihin sebagian besar yang mengalami karies gigi adalah murid dengan jenis kelamin laki-laki, dan murid di TK R.A Bustanussholihin lebih banyak murid dengan jenis kelamin laki-laki dengan jumlah 30 orang dibandingkan dengan murid perempuan yang berjumlah 19 orang. Hal tersebut yang memungkinkan sebagian besar yang mengalami karies gigi adalah murid dengan jenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan murid perempuan. Pada korelasi antara kebiasaan memberi makan manis, lengket dan minum susu dengan kejadian karies gigi pada anak usia 4–6 tahun menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang kuat. Dan pada korelasi antara kebiasaan pemeliharaan kebersihan gigi anak dengan kejadian karies gigi pada anak usia 4–6 tahun menunjukkan hubungan atau korelasi lemah, hal ini karena sampel relatif homogen sehingga statistik tidak bisa membedakan karena kedua kelompok tersebut baik yang karies dan tidak karies sudah melakukan pemeliharaan kebersihan gigi dengan baik. Sedangkan pada korelasi antara pemeriksaan gigi dan mulut anak dengan kejadian karies gigi pada anak usia  4-6 tahun menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan atau korelasi lemah. Hal ini karena sampel relatif homogen sehingga statistik tidak bisa membedakan karena kedua kelompok tersebut baik yang karies dan tidak karies melakukan pemeriksaan gigi dan mulut anak kurang.
   B.     Saran
Meningkatkan penyuluhan tentang pemberian makan manis, lunak dan lengket yaitu dengan pengendalian asupan gula yang tinggi, memperbanyak makanan yang berserat, menghindari makanan lunak dan lengket seperti cokelat agar tidak terjadi karies gigi serta menghindari pemberian susu formula maupun ASI pada waktu tidur siang atau malam dalam jangka waktu yang lama agar tidak terjadi karies. Meningkatkan penyuluhan tentang pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut anak seperti sikat gigi minimal dua kali sehari pada waktu setelah makan dan sebelum tidur malam dengan menggunakan pasta gigi berfl ourid sehingga kesehatan gigi dapat diperoleh secara optimal. Meningkatkan penyuluhan tentang pentingnya pemeriksaan gigi dan mulut anak secara rutin 6 bulan sekali.



DAFTAR PUSTAKA

·         Budiharto. 2010. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan Gigi. EGC: Jakarta.
·         Hamsafi r, E. 2010. Panduan Menyikat Gigi Pagi dan Malam Berdasarkan Umur. Gramedia: Jakarta.
·         Notoatmodjo, S. 2003. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
·         Departemen Kesehatan RI. 2001. Profil Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia pada Pelita VI. Dirjen Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan Gigi. Jakarta.
·         Budiharto. 1998. Kontribusi umur, pendidikan, jumlah anak, status ekonomi keluarga, pemanfaatan fasilitas kesehatan gigi dan pendidikan kesehatan gigi terhadap perilaku ibu, JKGUI; 5(2): 92-108
·         Patmonodewo S. Pendidikan Anak Prsekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta;2003
·         NotoatmojoS. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta;2003.15.
·         Peterson PF. The World Oral Report. Geneva: WHO, 2003
·         Wulandari EP, Status Kesehatan Gigi dan Masalah Kesehatan Gigi yang dikeluhkan Ibu Ibu Rumah Tangga Kelurahan Harjosari Kecamatan Medan Amplas. Diunduh tanggal 13 Januari 2014 dari http://www.researchgate.net/publication/42349928
·         Widayati, N., (2014)Faktor Yang Berhubungan Dengan Karies Gigi Pada Anak Usia 4-6 Tahun. Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 2 Mei 2014: 196-205.
·         Kiswaluyo Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember  
·         Angela A. 2005. Pencegahan Primer Pada Anak Yang Beresiko karies Tinggi.http://journal.unair. ac.id/filerPDF/DENTJ-38-3-07.pdf (sitasi 27 Juni 2013).
·         Asse R. 2010. Kesehatan Gigi dan Dampak Sosialnya (Catatan dari Maratua). from kesehatan. kompasiana.com: http://kesehatan.kompasiana. com/medis/2010/11/23/kesehatan-gigi-dan dampak-sosialnya-catatan-dari-maratua-320506. html (sitasi 18 Oktober 2013).
·         Cholid N, Abu A. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta; Bumi Aksara. Depkes RI. 2010. Profi l Kesehatan Indonesia 2010. http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL KESEHATAN INDONESIA 2010.pdf (sitasi 16 Juli 2010).
·         Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik vol. 1 edisi 6. Jakarta; EGC.
·         Houwink et al. 2000. Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press.
·         Kumala P, dkk. 2006. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta; EGC. Melanie S. 2011. A-Z Kesehatan Gigi Panduan Lengkap Kesehatan Gigi Keluarga.Solo; Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
·         Notoatmodjo S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta; Rineka Cipta.
·         Meningkatkan Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut. http://journal.unnes.ac.id/sju/index. php/ujph/article/viewFile/179/187 (sitasi 16 september)
·         Bulan Kesehatan Gigi Nasional 2010. http://www.pdgi.or.id/news/detail/bulankesehatan-gigi-nasional-2010 (sitasi 16 juli 2013).
·         PDGI. 2011. Sambutan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Pada Peringatan Bulan Kesehatan Gigi Nasional 2011.http://www.pdgi.or.id/artikel/ detail/sambutan-menteri-kesehatan-republikindonesia-pada-peringatan-bulan-kesehatan-giginasional-2011 (sitasi 28 maret 2013).
·         Suwelo. 1992. Karies Gigi pada Anak dengan Pelbagai Faktor Etiologi: Kajian pada Anak Usia Prasekolah. Jakarta; EGC.
·         Tampubolon N. 2006. Dampak Karies Gigi dan Penyakit Periodontal terhadap Kualitas Hidup. Disertasi [tidak dipublikasikan]. USU Reposity.
·         Wahyu, dkk,. 2013. Hubungan Dukungan Keluarga terhadap Perilaku Menjaga Kesehatan Gigi Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak Kanak Ar Ridlo Kecamatan Blimbing Kota Malang.http://old. fk.ub.ac.id/artikel/id/fi ledownload/keperawatan/ MAJALAH_INDRA%20WAHYU%20 S_0910723028.pdf (Sitasi 16 September 2013)
·         Nasihah, K. dkk. Analisis Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Dokter Gigi Dalam Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Puskesmas Kabupaten Jember.
·         J. Adm Kebijak Kesehatan 2006. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4306138143. pdf [serial online]. [8 Agustus 2012]: 138143.
·         Wibowo A, dkk. 2008. Modul SPSS. Surabaya. Departemen Biostatistika dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
·         WHO. 2012. Oral health http://www.who.int/ mediacentre/factsheets/fs318/en/ (sitasi 16 September 2013).
·         WHO. 2003. The World Oral Health Report. http:// www.who.int/oral health/media
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar