BAB I
PENDAHULUAN
sumbergambar internet |
A. LATAR
BELAKANG
Kesehatan mulut merupakan hal penting
untuk kesehatan secara umum dan kualitas hidup. Kesehatan mulut berarti
terbebas kanker tenggorokan, infeksi dan luka pada mulut, penyakit gusi,
kerusakan gigi, kehilangan gigi, dan penyakit lainnya, sehingga terjadi
gangguan yang membatasi dalam menggigit, mengunyah, tersenyum, berbicara, dan
kesejahteraan psikososial (WHO, 2012). Salah satu kesehatan mulut adalah
kesehatan gigi. Kesehatan gigi menjadi hal yang penting, khususnya bagi
perkembangan anak. Karies gigi adalah salah satu gangguan kesehatan gigi.
Karies gigi terbentuk karena ada sisa makanan yang menempel pada gigi, yang
pada akhirnya menyebabkan pengapuran gigi. Dampaknya, gigi menjadi keropos,
berlubang, bahkan patah. Karies gigi membuat anak mengalami kehilangan daya
kunyah dan terganggunya pencernaan, yang mengakibatkan pertumbuhan kurang
maksimal (Sinaga, 2013). Karies gigi merupakan suatu penyakit mengenai jaringan
keras gigi, yaitu enamel, dentin dan sementum, berupa daerah yang membusuk pada
gigi, terjadi akibat proses secara bertahap melarutkan mineral permukaan gigi
dan terus berkembang kebagian dalam gigi. Proses ini terjadi karena aktivitas
jasad renik dalam karbohidrat yang dapat diragikan. Proses ini ditandai dengan
dimineralisasi jaringan keras dan diikuti kerusakan zat organiknya, sehingga
dapat terjadi invasi bakteri lebih jauh ke bagian dalam gigi, yaitu lapisan
dentin serta dapat mencapai pulpa (Kumala, 2006).
Karies gigi secara historis telah dianggap
komponen paling penting dari beban penyakit mulut global. Fasilitas kesehatan
dan penyuluhan pendidikan kesehatan gigi sudah dilakukan, namun pengetahuan
masyarakat mengenai karies gigi masih rendah. Menurut data survei World Health
Organization tercatat bahwa di seluruh dunia 60–90% anak mengalami karies gigi.
Prevelensi tertinggi karies gigi pada anak-anak di Amerika dan kawasan Eropa,
indeks agak rendah dari Mediterania Timur dan wilayah barat pasifi k, sementara
prevalensi terendah adalah Asia tenggara dan Afrika. Menurut WHO global oral
health, indeks karies gigi global di antara anak usia 12 tahun dan rata-rata
1,6 gigi yang berarti rata-rata perorang mengalami kerusakan gigi lebih dari
satu gigi (WHO, 2003).
Di Indonesia, hasil Survei Riset Kesehatan
Dasar tahun 2007, antara lain: prevalensi penduduk yang mempunyai masalah gigi mulut
adalah 23,4%, penduduk yang telah kehilangan seluruh gigi aslinya adalah 1,6%,
prevalensi nasional karies aktif adalah 43,4%, dan penduduk dengan masalah gigi
mulut dan menerima perawatan atau pengobatan dari tenaga kesehatan gigi adalah
29,6% (Persatuan Dokter Gigi Indonesia, 2010). Penderita karies gigi di
Indonesia memiliki prevalensi sebesar 50–70% dengan penderita terbesar adalah
golongan balita (Departemen Kesehatan RI, 2010).
Semakin meningkatnya angka karies gigi
saat ini dipengaruhi oleh salah satunya adalah faktor perilaku masyarakat.
Sebagian besar masyarakat tidak menyadari pentingnya merawat kesehatan mulut
dan gigi. Ketidaktahuan masyarakat tersebut yang mengakibatkan penurunan
produktivitas karena pengaruh sakit yang dirasakan. Hal ini karena menurunnya
jaringan pendukung gigi. Karies gigi ini nantinya menjadi sumber infeksi yang
dapat mengakibatkan beberapa penyakit sistemik (Nurhidayat dkk., 2012).
Dampak yang ditimbulkan akibat karies gigi
secara ekonomi adalah semakin lemahnya produktivitas masyarakat. Jika yang
mengalami anak-anak maka akan menghambat perkembangan anak sehingga akan
menurunkan tingkat kecerdasan anak, yang secara jangka panjang akan berdampak pada
kualitas hidup masyarakat (Asse, 2010).
Persoalan di atas menjadi bahan
pertimbangan pemerintah untuk melakukan upaya preventif. Berdasarkan
Undang-Undang 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dalam pasal 93, dinyatakan bahwa
pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan gigi,
pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi, dan pemulihan kesehatan
gigi oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan atau masyarakat yang dilakukan
secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan. Ayat (2) menyatakan bahwa
pelayanan tersebut dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan
dan dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan gigi perseorangan, pelayanan
kesehatan gigi masyarakat, usaha kesehatan gigi sekolah. Namun yang menjadi
persoalan terkait pelayanan adalah masih sangat sedikit penduduk yang dilayani
oleh dokter gigi atau tenaga kesehatan. Mayoritas dokter gigi ada diperkotaan,
sehingga masyarakat yang ada di pedesaan terkendala untuk aksesnya ke
pelayanan.
Menteri Kesehatan RI menyampaikan,
“Kemenkes melakukan Kebijakan dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut antara lain melalui upaya promosi, pencegahan dan pelayanan kesehatan
gigi dasar di Puskesmas dan Puskesmas pembantu (pustu). Upaya promosi,
pencegahan dan pelayanan kesehatan gigi perorangan di RS. Upaya promosi,
pencegahan dan pelayanan kesehatan di sekolah melalui Usaha Kesehatan Gigi
Sekolah (UKGS) dari tingkat TK sampai SMA yang terkoordinir dalam UKS”.
Pemerintah sedang mengembangkan berbagai macam UKGS inovatif. Upaya Kesehatan
Berbasis Masyarakat (UKBM) dalam bentuk Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM);
serta kemitraan kesehatan gigi dan mulut baik di dalam maupun di luar negeri
(PDGI, 2011).
Buruknya perilaku kesehatan gigi
masyarakat dapat dilihat dari tingginya persentase masyarakat yang menyakini
semua orang akan mengalami karies gigi (79,16%), gigi tanggal pada usia lanjut
(73,61%), karies gigi sembuh tanpa perawatan dokter (24,44%), penyakit gigi
tidak berbahaya (59%), dan perawatan gigi menimbulkan rasa sakit (31,94%).
Keyakinan ini akan berpengaruh buruk pada tindakan pemeliharaan dan pencegahan
gigi. Begitu halnya dengan kebiasaan menyikat gigi presentase masyarakat yang
menyikat gigi pada waktu yang tepat (sesudah makan) sangat rendah (27,50%).
Keyakinan gigi sembuh sendiri mungkin penyebab hanya sedikit masyarakat yang
berobat ke sarana pelayanan kesehatan gigi (10%) (Tampubolon, 2006).
Faktor yang mempengaruhi kesehatan gigi dan
mulut pada masyarakat, baik sebagai pemberi pelayanan (provider) maupun
pengguna (costumer), menurut konsep Blum tahun 1974 yang dipengaruhi oleh 4
faktor utama yakni: Lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan
(Hereditas).
Menurut Antisari (2005), perilaku memegang
peranan penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut. Oleh karena
pentingnya perilaku dalam mempengaruhi status kesehatan gigi, maka perilaku
dapat mempengaruhi baik buruknya kebersihan gigi dan mulut termasuk mempengaruhi
skor karies dan penyakit periodontal (Wahyu dkk., 2013).
Karies gigi secara ideal memang harus
ditangani sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, tetapi dalam praktiknya
jarang sekali terjadi. Keberadaan karies gigi yang sangat mengganggu aktifitas
pengidapnya tidak begitu dihiraukan sehingga membuat jumlah penderitanya
semakin bertambah. Salah satunya adalah di Kota Lamongan. Berdasarkan data dari
Dinas Kesehatan Lamongan tahun 2011, dari 36.366 orang yang mengalami gangguan
kesehatan gigi dan mulut diantara sebagian tersebut adalah murid SD atau MI,
diantara siswa SD atau MI tersebut yang membutuhkan perawatan akibat dari
karies gigi sebanyak 1.467 orang, dan siswa SD atau MI yang mengalami karies
gigi parah sehingga perlu dilakukan pencabutan berjumlah sebesar 6.463 orang.
Pada tahun 2012 terdapat 22.398 siswa SD atau MI yang membutuhkan perawatan
karena terkait masalah karies gigi dan 11.624 orang siswa yang dilakukan
pencabutan gigi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah siswa SD atau MI yang terkena
masalah terkait karies gigi jumlahnya bertambah dari tahun 2011 ke tahun 2012.
Kecamatan Turi adalah kecamatan yang
mempunyai masalah kesehatan gigi dan mulut terbesar ke empat dari seluruh
kecamatan di Kabupaten Lamongan pada tahun 2012. Dari 10 trend penyakit di
puskesmas Kecamatan Turi tahun 2013 dari bulan januari sampai bulan juli,
penyakit gigi selalu masuk dalam 5 besar penyakit. Dari data Puskesmas
Kecamatan Turi sendiri didapatkan bahwa dari tahun 2011 hingga tahun 2012
penyakit gigi dan mulut mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2011 jumlah
penyakit gigi dan mulut sebanyak 1646 orang dan tahun 2012 sebanyak 2092 orang.
Dan dari data puskesmas dapat diketahui bahwa gangguan gigi dan jaringan
penyangga menjadi masalah utama dibandingkan dengan 5 penyakit gigi dan mulut
yang lainnya. Dan karies gigi sendiri menjadi masalah terbesar ke tiga dari 5
penyakit gigi dan mulut lainnya. Program yang dilakukan Puskesmas untuk
kesehatan gigi dan mulut sendiri dilakukan dengan UKGS di sekolah dilakukan bersamaan
dengan skrining, yang dilakukan dua kali dalam setahun. Program yang lainnya
yaitu UKGMD dilakukan setiap 1 tahun sekali.
Desa Balun adalah desa terbesar di
Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan yang memiliki program kesehatan untuk
masyarakatnya. Program tersebut dilaksanakan oleh puskesmas setempat. Namun,
sebagian besar masyarakat desa Balun tidak menggunakan fasilitas kesehatan yang
tersedia. Hal ini kemungkinan besar karena keadaan ekonomi, jarak tempat
tinggal ke puskesmas, pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut serta
kepercayaan terhadap hal-hal non medis. TK R.A Bustanussholihin merupakan salah
satu sekolah TK yang berada di wilayah Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten
Lamongan dan sebagian besar putera dan puteri masyarakat Desa Balun sekolah di
TK tersebut. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada
salah satu TK yang terdapat di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan
yaitu TK R.A Bustanussholihin pada tanggal 6 April 2013 diketahui bahwa dari 25
orang anak yang diobservasi terdapat 20 anak yang menderita karies gigi. Hal
ini menunjukkan bahwa, tingkat penderita karies gigi di sekolah ini cukup
tinggi. Selain dilakukan observasi di sekolah ini juga dilakukan wawancara
dengan orang tua anak yang menderita karies gigi. Berdasarkan keterangan dari
orang tua anak, dapat diketahui bahwa anak-anak yang terkena karies gigi
memiliki hobi mengkonsumsi makanan manis seperti cokelat dan semacamnya.
Makanan manis menjadi salah satu penyebab terjadinya karies gigi yang diderita
anaknya. Berdasarkan keterangan dari orang tua anak penderita karies gigi,
dapat diketahui bahwa permasalahan utama atas terjadinya karies gigi pada anak
adalah ketidakmampuan orang tua dalam melakukan pencegahan primer, sehingga
pola makan dan hidup anak tidak terkendali.
B. RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakan diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut, Perilaku
anak TK terhadap kejadian karies.
C. TUJUAN
PENELITIAN
1. Tujuan
Umum
Penelitian ini adalah menganalisis faktor
yang berhubungan dengan karies gigi pada anak usia 4–6 tahun
2. Tujuan
Khusus
Mempelajari kejadian karies gigi pada
anak usia 4–6 tahun
D. Manfaat
Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan sumber informasi ilmiah bagi Dinas Kesehatan Kota setempat dalam
menyusun program kesehatan gigi dan dunia ilmu pengetahuan kedokteran gigi pada
umumnya, dan dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan masukan dalam bahan
pengajaran mengenai kesehatan gigi dan mulut bagi siswa di sekolah serta dapat
dijadikan pengetahuan bagi orang tua agar memperhatikan pola makan anak dan
juga pentingnya kesehatan gigi anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) Turi merupakan salah 1 dari 25 puskesmas yang
terletak di kabupaten Sleman.
Puskesmas
Turi yang terletak di Jalan Pakem – Turi, Randusongo, Donokerto, Turi,
merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten Sleman yang berjenis
perawatan dan memiliki Ruang UGD yang cukup memadai.
1. Visi
yang ingin dicapai oleh Puskesmas Turi adalah “Puskesmas Turi Sebagai Pilihan Utama Masyarakat dalam Upaya Kesehatan
yang berdaya saing dan Berkeadilan”.
2.
Misi Puskesmas Turi
1. Memberikan pelayanan dasar yang bermutu, terjangkau, dan berkeadilan.
2. Menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat di bidang kesehatan.
3. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan.
4. Meningkatkan manajemen dan sistem informasi kesehatan.
5. Meningkatkan kemitraan dengan pihak lain.
1. Memberikan pelayanan dasar yang bermutu, terjangkau, dan berkeadilan.
2. Menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat di bidang kesehatan.
3. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan.
4. Meningkatkan manajemen dan sistem informasi kesehatan.
5. Meningkatkan kemitraan dengan pihak lain.
B. Pelayanan
Rawat Jalan
Pelayanan Rawat jalan di puskesmas turi setiap hari rata-rata menangani
kurang lebih sebanyak 90-120 pasien, untuk semua poli di rawat jalan.
Puskesmas Turi memiliki fasilitas BP Umum, BP Gigi, KIA, Laboratorium,
Gizi, Konsultasi Psikologi, Fisioterapi dan Apotek.
No
|
JENIS LAYANAN
|
JADWAL LAYANAN
|
PENANGGUNG JAWAB
|
||
HARI
|
JAM
|
||||
1
|
Loket
Pendaftaran
|
Senin s/d Kamis
|
07.30-12.00
|
Agus Budiarto, SE
|
|
Jum'at
|
07.30-10.30
|
||||
Sabtu
|
07.30-11.00
|
||||
2
|
Pelayanan
Pemeriksaan Umum
|
Senin s/d Kamis
|
07.30 - 14.00
|
dr. Evi Dwi Handayani
|
|
Jum'at
|
07.30 - 11.00
|
||||
Sabtu
|
07.30 - 12.00
|
||||
3
|
Pelayanan
Gawat Darurat
|
Senin s/d Kamis
|
07.30 - 14.00
|
Panji Gunawan, Amd. Kep
|
|
Jum'at
|
07.30 - 11.00
|
||||
Sabtu
|
07.30 - 12.00
|
||||
4
|
Pelayanan
KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) dan Imunisasi
|
Senin s/d Kamis
|
07.30 - 14.00
|
Suhariyati Amd Keb.
|
|
Jum'at
|
07.30 - 11.00
|
||||
Sabtu
|
07.30 - 12.00
|
||||
5
|
Pelayanan
kesehatan ibu dan KB (Keluarga Berencana)
|
Senin s/d Kamis
|
07.30 - 14.00
|
Widiyah Ningrum, Amd Keb.
|
|
Jum'at
|
07.30 - 11.00
|
||||
Sabtu
|
07.30 - 12.00
|
||||
6
|
Pelayanan
Kesehatan Gigi dan Mulut
|
Senin s/d Kamis
|
07.30 - 14.00
|
drg. Sri Kusuma Listyorini
|
|
Jum'at
|
07.30 - 11.00
|
||||
Sabtu
|
07.30 - 12.00
|
||||
7
|
Pelayanan
farmasi
|
Senin s/d Kamis
|
07.30 - 14.00
|
Nunuk Yuniarti
|
|
Jum'at
|
07.30 - 11.00
|
||||
Sabtu
|
07.30 - 12.00
|
||||
8
|
Pelayanan
Rawat Inap
|
Senin s/d Minggu
|
24 Jam
|
Tatin, Amd.Kep
|
|
9
|
Pelayanan
Laboratorium.
|
Senin s/d Kamis
|
07.30 - 14.00
|
Yuyun Windarsih
|
|
Jum'at
|
07.30 - 11.00
|
||||
Sabtu
|
07.30 - 12.00
|
||||
10
|
Pelayanan
Gizi
|
Senin s/d Kamis
|
07.30 - 14.00
|
Esti Wulandari STP, S.Gz.
|
|
Jum'at
|
07.30 - 11.00
|
||||
Sabtu
|
07.30 - 12.00
|
||||
11
|
Pelayanan
Paru
|
Senin s/d Kamis
|
07.30 - 14.00
|
Aniek Rahayu, A.Md.Kep
|
|
Jum'at
|
07.30 - 11.00
|
||||
Sabtu
|
07.30 - 12.00
|
||||
12
|
Pelayanan
Kusta
|
Senin
|
07.30 - 14.00
|
Ahmad Mahfud
|
|
13
|
Pelayanan
VCT
|
Kamis
|
07.30 - 14.00
|
Edi Sasmito
|
|
Sabtu
|
07.30 - 12.00
|
||||
14
|
Pelayanan
Akupresur
|
Rabu
|
07.30 - 14.00
|
Suparmi Amd Kep.
|
|
15
|
Pelayanan
Sanitasi
|
Selasa
|
07.30 - 14.00
|
Yenny Dwi S, A.Md. KL
|
|
16
|
Pelayanan
Kesehatan Jiwa
|
Jum’at
|
07.30 - 14.00
|
Panji Gunawan, Amd. Kep
|
|
17
|
Electro
Cardio Grafi ( ECG )
|
Senin s/d Kamis
|
07.30 - 14.00
|
Panji Gunawan, Amd.Kep
|
|
Jum'at
|
07.30 - 11.00
|
||||
Sabtu
|
07.30 - 12.00
|
||||
18
|
Ambulance
|
Senin s/d Minggu
|
24 Jam
|
Siyono
|
|
19
|
PUSTU,
Polindes, Ponkesdes
|
Senin s/d Kamis
|
07.30 - 14.00
|
Seluruh Bidan Desa
|
|
Jum'at
|
07.30 - 11.00
|
||||
Sabtu
|
07.30- 12.00
|
C.
Keadaan Penduduk
Penduduk wilayah Puskesmas Turi menurut kelompok
umur menunjukkan bahwa yang berusia muda ( 0-14 th ) sebesar 11.195 yang
berusia produktif (15-64 th) sebesar
32.847 dan yang berusia tua ( > 65 th ) sebesar 3.850.
Jumlah penduduk laki-laki relatif seimbang
dibandingkan penduduk perempuan. Sedangkan jumlah penduduk tertinggi adalah
Desa Balun ( 4.344 ) jiwa dan jumlah penduduk terendah adalah Desa Bambang (
1.259 ) jiwa. Komposisi penduduk UPT. Puskesmas Turi di rinci menurut kelompok
umur dan jenis kelamin menunjukkan penduduk laki-laki maupun perempuan proporsi
terbesar berada pada kelompok umur 10-44 th dan umur 5-9 th.
D.
Puskesmas
Puskesmas adalah organisasi fungsional
yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,
merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat serta menggunakan teknologi tepat guna dan
menitikberatkan pada pelayanan untuk masyarakat luas, guna mencapai derajat
kesehatan yang optimal.1 Banyak puskesmas yang masih belum mempunyai fasilitas
yang memadai untuk pelayanan kesehatan masyarakat, diantaranya adalah puskesmas
Sumbersari. Peralatan kedokteran gigi masih banyak yang masih belum dimiliki
puskesmas, oleh karena puskesmas biasanya hanya memberikan perawatan -
perawatan dasar/ringan, sehingga banyak
kasus yang dirujuk atau ditangani secara minimal.
Tujuan pembangunan kesehatan nasional adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi semua orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya untuk mencapai
itu maka diselenggarakan upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan
terpadu .1 Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat adalah dengan
meningkatkan kemampuan tenaga medis atau dokter dalam pelayanannya, misalnya
pelayanan dokter gigi dalam pencegahan penyakit gigi, menemukan secara dini
kasus gigi dan mulut serta melakukan tindakan pengobatan yang adekuat,
pemberantasan penyakit gigi dan mulut yang menyebabkan cacat.
Peningkatan kinerja merupakan salah satu upaya untuk
mempercepat tercapainya Indonesia Sehat 2010. Kinerja adalah penampilan hasil
karya personal dalam suatu organisasi, dapat merupakan penampilan individu
maupun kelompok kerja personal. Kinerja Dokter gigi di Puskesmas merupakan
karya suatu organisasi dan merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat terutama dibidang kesehatan gigi dan mulut.
Kinerja tenaga kesehatan dalam organisasi pelayanan
kesehatan pemerintah adalah masih rendah. Tingkat kinerja tenaga diketahui
dengan mempelajari beberapa indikator upaya kesehatan, misalnya pemanfaatan
fasilitas pelayanan kesehatan. Tingkat kinerja tenaga kesehatan dapat diukur
dari cakupan dan aktivitas mereka dalam upaya pelayanan kesehatan. Tingkat kinerja tenaga kesehatan menunjukkan
tingkat produktivitas mereka. Cakupan pelayanan penderita di balai pengobatan
gigi dan mulut yang masih rendah menunjukkan kinerja dokter gigi yang belum
optimal. Jumlah penderita yang dilayani perhari merupakan salah satu indikator
kinerja yang terukur dari dokter gigi Puskesmas dalam menjalankan tugas di
wilayah kerjanya.
Karies gigi secara historis telah dianggap komponen
paling penting dari beban penyakit mulut global. Fasilitas kesehatan dan
penyuluhan pendidikan kesehatan gigi sudah dilakukan, namun pengetahuan
masyarakat mengenai karies gigi masih rendah. Menurut data survei World Health
Organization tercatat bahwa di seluruh dunia 60–90% anak mengalami karies gigi.
Prevelensi tertinggi karies gigi pada anak-anak di Amerika dan kawasan Eropa,
indeks agak rendah dari Mediterania Timur dan wilayah barat pasifi k, sementara
prevalensi terendah adalah Asia tenggara dan Afrika. Menurut WHO global oral
health, indeks karies gigi global di antara anak usia 12 tahun dan rata-rata
1,6 gigi yang berarti rata-rata perorang mengalami kerusakan gigi lebih dari
satu gigi (WHO, 2003). Di Indonesia, hasil Survei Riset Kesehatan Dasar tahun
2007, antara lain: prevalensi penduduk yang mempunyai masalah gigimulut adalah
23,4%, penduduk yang telah kehilangan seluruh gigi aslinya adalah 1,6%,
prevalensi nasional karies aktif adalah 43,4%, dan penduduk dengan masalah
gigi-mulut dan menerima perawatan atau pengobatan dari tenaga kesehatan gigi
adalah 29,6% (Persatuan Dokter Gigi Indonesia, 2010). Penderita karies gigi di
Indonesia memiliki prevalensi sebesar 50–70% dengan penderita terbesar adalah
golongan balita (Departemen Kesehatan RI, 2010).
Menteri Kesehatan RI menyampaikan, “Kemenkes melakukan
Kebijakan dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut antara lain
melalui upaya promosi, pencegahan dan pelayanan kesehatan gigi dasar di
Puskesmas dan Puskesmas pembantu (pustu). Upaya promosi, pencegahan dan
pelayanan kesehatan gigi perorangan di RS. Upaya promosi, pencegahan dan
pelayanan kesehatan di sekolah melalui Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) dari
tingkat TK sampai SMA yang terkoordinir dalam UKS”. Pemerintah sedang
mengembangkan berbagai macam UKGS inovatif. Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat
(UKBM) dalam bentuk Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM); serta kemitraan
kesehatan gigi dan mulut baik di dalam maupun di luar negeri (PDGI, 2011).
Kecamatan Turi adalah kecamatan yang mempunyai masalah
kesehatan gigi dan mulut terbesar ke empat dari seluruh kecamatan di Kabupaten
Lamongan pada tahun 2012. Dari 10 trend penyakit di puskesmas Kecamatan Turi
tahun 2013 dari bulan januari sampai bulan juli, penyakit gigi selalu masuk
dalam 5 besar penyakit. Dari data Puskesmas Kecamatan Turi sendiri didapatkan
bahwa dari tahun 2011 hingga tahun 2012 penyakit gigi dan mulut mengalami
peningkatan yaitu pada tahun 2011 jumlah penyakit gigi dan mulut sebanyak 1646
orang dan tahun 2012 sebanyak 2092 orang. Dan dari data puskesmas dapat
diketahui bahwa gangguan gigi dan jaringan penyangga menjadi masalah utama
dibandingkan dengan 5 penyakit gigi dan mulut yang lainnya. Dan karies gigi
sendiri menjadi masalah terbesar ke tiga dari 5 penyakit gigi dan mulut
lainnya. Program yang dilakukan Puskesmas untuk kesehatan gigi dan mulut
sendiri dilakukan dengan UKGS di sekolah dilakukan bersamaan dengan skrining,
yang dilakukan dua kali dalam setahun. Program yang lainnya yaitu UKGMD
dilakukan setiap 1 tahun sekali.
Desa Balun adalah desa terbesar di Kecamatan Turi
Kabupaten Lamongan yang memiliki program kesehatan untuk masyarakatnya. Program
tersebut dilaksanakan oleh puskesmas setempat. Namun, sebagian besar masyarakat
desa Balun tidak menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia. Hal ini
kemungkinan besar karena keadaan ekonomi, jarak tempat tinggal ke puskesmas,
pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut serta kepercayaan terhadap hal-hal
non medis. TK R.A Bustanussholihin merupakan salah satu sekolah TK yang berada
di wilayah Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan dan sebagian besar
putera dan puteri masyarakat Desa Balun sekolah di TK tersebut. Berdasarkan
hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada salah satu TK yang terdapat
di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan yaitu TK R.A Bustanussholihin
pada tanggal 6 April 2013 diketahui bahwa dari 6 orang anak yang diobservasi
terdapat 5 anak yang menderita karies gigi. Hal ini menunjukkan bahwa, tingkat
penderita karies gigi di sekolah ini cukup tinggi. Selain dilakukan observasi
di sekolah ini juga dilakukan wawancara dengan orang tua anak yang menderita
karies gigi. Berdasarkan keterangan dari orang tua anak, dapat diketahui bahwa
anak-anak yang terkena karies gigi memiliki hobi mengkonsumsi makanan manis
seperti cokelat dan semacamnya. Makanan manis menjadi salah satu penyebab
terjadinya karies gigi yang diderita anaknya. Berdasarkan keterangan dari orang
tua anak penderita karies gigi, dapat diketahui bahwa permasalahan utama atas
terjadinya karies gigi pada anak adalah ketidakmampuan orang tua dalam
melakukan pencegahan primer, sehingga pola makan dan hidup anak tidak
terkendali. Atas dasar inilah, maka penelitian tentang Faktor yang berhubungan
dengan karies gigi pada anak usia 4–6 tahun di R.A Bustanussholihin Desa Balun
kecamatan Turi Kabupaten Lamongan dilakukan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber
informasi ilmiah bagi Dinas Kesehatan Kota setempat dalam menyusun program
kesehatan gigi dan dunia ilmu pengetahuan kedokteran gigi pada umumnya, dan
dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan masukan dalam bahan pengajaran mengenai
kesehatan gigi dan mulut bagi siswa di sekolah serta dapat dijadikan pengetahuan
bagi orang tua agar memperhatikan pola makan anak dan juga pentingnya kesehatan
gigi anak
BAB III
KERANGKA TEORI
a A.
Epidemiologi Karies Geigi
Masalah karies gigi masih mendapat perhatian karena sampai sekarang
penyakit tersebut masih menduduki urutan tertinggi dalam masalah penyakit gigi
dan mulut, yaitu penyakit tertinggi keenam yang dikeluhkan masyarakat Indonesia
dan menempati urutan keempat penyakit termahal dalam pengobatan (Direktorat
Kesehatan Gigi Departemen Kesehatan RI,1994)
Hasil penelitian didapatkan 60 anak (76,9%) mengalami
karies gigi, sedangkan 18 anak (23,1%) tidak ada karies gigi. Angka kejadian
anak yang mengalami karies gigi cukup tinggi. Faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya karies yaitu frekuensi menyikat gigi, waktu menyikat gigi, kebiasaan
makanan kariogenik, pendidikan orang tua, pengetahuan orang tua, dan tingkat
ekonomi (Ghofur, 2012).
Berdasarkan teori Blum, status kesehatan gigi dan
mulut seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor penting yaitu
keturunan, lingkungan (fisik maupun social budaya), perilaku, dan pelayanan
kesehatan. Dari keempat faktor tersebut, perilaku memegang peranan yang penting
dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut.Di samping mempengaruhi
kesehatan gigi dan mulut secara langsung, perilaku juga dapat mempengaruhi
faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan. Perilaku menurut Lewin merupakan
fungsi hubungan antara individu dan lingkungannya(Boedihardjo,1985
;Herijuliantidkk.,2001).
Menurut Kidd dan Bechal(1992), menyatakan masyarakat
yang banyak mengonsumsi makanan yang berserat cenderung mengurangi terjadinya
karies dari pada masyarakat yang mengonsumsi makanan lunak dan banyak
mengandung gula.Sehubungan dengan pendapat di atas, maka frekuensi membersihkan
gigi dan mulut sebagai bentuk perilaku akan mempengaruhi baik atau buruknya
kebersihan gigi dan mulut, di mana akan mempengaruhi juga angka karies dan
penyakit penyangga gigi. Namun jarang sekali dilakukan penelitian mengenai
hubungan perilaku dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut (Herijulianti
dkk.,2001).
Menurut Hawskins dkk. (2000) usaha pemerintah untuk meningkatkan
kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia sangat membutuhkan peranserta
masyarakat sendiri terutama perubahan perilaku, melalui program penyuluhan dan
pelatihan sikat gigi massal merupakan suatu program yang dilakukan oleh
pemerintah melalui puskesmas setiap tahun. Pendidikan kesehatan yang diberikan beserta dengan
pelatihan akan memberikan hasil yang optimal.
Masih tingginya angka karies gigi bisa berhubungan dengan pola kebiasaan
makan yang salah dan beberapa perilaku seperti masyarakat lebih meenyukai
makanan manis, kurang berserat dan mudah lengket. Adnya persepsi masyarakat
bahwa penyakit gigi tidak menyebabkan kematian sehingga masyarakat kurang
kepeduliannya untuk menjaga kebersihan mulut dan mendudukkan masalah pada
tingkat kebutuhan sekunder yang terakhir.
Padahal gigi merupakan fokus infeksi terjadinya penyakit sistemik, antara
lain penyakit ginjal dan jantung (Notoatmodjo,2003 ;Putridkk, 2011 )
Adyatmaka (1992) mengemukakan bahwa dengan semakin
baiknya tingkat sosial ekonomi serta pendidikan masyarakat, serta masih
tingginya penyakit gigi dan mulut, maka tuntutan terhadap pelayanan kesehatan
dasar yang disediakan oleh Puskesmas adalah pelayanan kesehatan gigi dasar.
Penelitian Kiswaluyodan Dwiatmoko (1997) yang dalam penelitiannya
menyatakan bahwa status gizi yang jelek akan menimbulkan pengaruh pada tulang
dan gigi, yaitu berupa pengaruh pada bentuk dan komposisinya. Keadaan ini dapat
menyebabkan gigi mudah karies.
1.
Karies gigi
Karies
berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies gigi adalah
suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai
akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan
oleh pembentukan asam microbial dari substrat sehingga timbul destruksi
komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas (Schachtele, 1983;
Kidd, 2005).
Menurut
Newbrun (1989a) ; Kidd and Bachal (1992 ) karies gigi adalalah suatu penyakit
jaringan keras gigi dengan adanya demineralisasi bahan anorganik yanh kemudian
diikuti bahan organiknya yang mengenai email, dentin dan sementum yang
disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat
difermentasikan. Terjadinya invasi bakteri dan kematian pulpa serta
penyebaran infeksinya ke jaringan periapikal yang dapat menyebabkan nyeri.
2.
Patofisiologi Karies Gigi
Karies gigi
bisa terjadi apabila terdapat empat faktor utama yaitu gigi, substrat,
mikroorganisme, dan waktu. Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa
dan glukosa yang dapat diragikan oleh
bakteri tertentu dan membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai
dibawah 5 dalam tempo 3-5 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu
tertentu mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi (Kidd, 2012).
Proses
terjadinya karies dimulai dengan adanya plak dipermukaan gigi. Plak terbentuk
dari campuran antara bahan-bahan air ludah seperti musin, sisa-sisa sel
jaringan mulut, leukosit, limposit dan sisa makanan serta bakteri. Plak ini
mula-mula terbentuk, agar cair yang lama kelamaan menjadi kelat, tempat
bertumbuhnya bakteri(Suryawati, 2010).
Selain
karena adanya plak, karies gigi juga disebabkan oleh sukrosa (gula) dari sisa
makanan dan bakteri yangmenempel pada waktu tertentu yang berubah menjadi asam
laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang akan menyebabkan
demineralisasi email yang berlanjut menjadi karies gigi. Secara perlahan-lahan demineralisasi
interna berjalan ke arah dentin melalui lubang fokus tetapi belum sampai
kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam
proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti
lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi
yang makroskopis dapat dilihat. Pada karies dentin yang baru mulai,yang
terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin
sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan
enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam
tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala degenerasi cabang-cabang
odontoblas). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi.
Pada proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-lapisan tiga
(lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin partibular
diserang), lapisan empat dan lapisan lima (Suryawati, 2010).
Patofisiologi
karies gigi menurut Miller, Black dan William adalah awalnya asam () terbentuk
karena adanya gula (sukrosa) dan bakteri dalam plak (kokus). Gula (sukrosa)
akan mengalami fermentasi oleh bakteri dalam plak hingga akan terbentuk asam ()
dan dextran. Desxtran akan melekatkan asam () yang terbentuk pada permukaan
email gigi. Apabila hanya satu kali makan gula (sukrosa), maka asam () yang
terbentuk hanya sedikit. Tapi bila konsumsi gula (sukrosa) dilakukan
berkali-kali atau sering maka akan terbentuk asam hingga pH mulut menjadi
±5(Chemiawan, 2004). Asam () dengan pH ±5 ini dapat masuk ke dalam email
melalui ekor enamel port (port d’entre). Tapi permukaan email lebih banyak
mengandung kristal fluorapatit yang lebih tahan terhadap serangan asam sehingga
asam hanya dapat melewati permukaan email dan akan masuk ke bagian bawah
permukaan email. Asam yang masuk ke bagian bawah permukaan email akan
melarutkan kristal hidroksiapatit yang ada
Apabila asam yang masuk kebawah permukaan email sudah banyak, maka reaksi akan
terjadi berulang kali. Maka jumlah Ca yang lepas
bertambah banyak dan lama kelamaan Ca akan keluar dari email. Proses ini
disebut dekalsifikasi, karena proses ini terjadi pada bagian bawah email maka
biasa disebut dekalsifikasi bagian bawah permukaan. Ringkasan terjadinya karies
gigimenurut Schatz(Chemiawan, 2004)
Sukrosa + Plak Asam
Asam + Email Karies
3.
Etiologi karies gigi
Karies gigi dimulai
dengan adanya plakdi permukaan gigi. Gula (sukrosa) dari sisa makanan dan
bakteri menempel pada waktu tertentu berubah menjadi asam laktat yang akan
menurunkan PH mulut menjadi kritis (5,5) dalam waktu 1-3 menit. Hal ini
menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi. Penurunan PH
yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi
permukaan gigi yang rentan dan proses karies terjadi dari permukaan gigi (pit,
fissure dan daerah interproksimal) meluas kearah pulpa (Schachtele,
1983;Almstahldkk.,2001;Kidd, 2005).
Untuk
terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung
yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang
sesuai dan waktu yang lama (Kidd and Bechal,1992; Kidd, 2005).Keempat faktor
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
a.
Host(gigi dan saliva)
Enamel
merupakan jaringan keras gigi dengan susunan kimia kompleks yangmengandung 97%
mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahanorganik 2%. Lapisan
luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak
fluor, fosfat, dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat
menentukan kelarutan enamel. Gigi desidui lebih mudah terserang karies
dibandingkan dengan gigi permanen, karena enamel gigidesidui mengandung lebih
banyak bahan organik dan air sedangkan jumlahmineralnya lebih sedikit daripada
gigi permanen(Bratthall, 2004).
Daerah
pitdan fissurepada permukaan oklusal gigi merupakan daerah yang paling sering
terkena karies gigi.Hal ini disebabkan oleh sisa-sisa makanan, mikroorganosme
yang tertinggal di daerah pitdan fissureyang dalam serta bulu sikat gigi yang
tidak mampu untuk mencapai fisura gigi yang dalam (Lestari and Boesro, 1999).
Peranan
saliva dalam menjaga kelestarian gigi sangat penting. Banyak ahli menyatakan,
saliva merupakan pertahanan pertama terhadap karies. Saliva berfungsi sebagai
pelican, pelindung, buffer, pembersih, anti pelarut dan anti bakteri. Saliva
juga berperan penting dalam proses terbentuknya plakgigi. Saliva juga merupakan
media yang baik untuk kehidupan mikroorganisme tertentu yang behubungan dengan
karies (Kidd, 2005).
b.
Substratatau diet
Substrat
adalah sisa makanan atau minuman yang menepel pada permukaan gigi. Faktor
substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu
perkembang biakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel (Bratthall,
2004). Karbohidrat dari makanan seperti sukrosa dan glukosa akan membantu
pembuatan asam bagi bakteri dan sintesispolisakarida ekstra sel. Karbohidrat
dengan berat molekul seperti gula akan segera menyerap ke dalam plakdan
dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri (Kidd and Bechal, 1992; Seminario,
dkk.,2005).
c.
Agent (mikroorganisme)
Plak memegang
peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Pla kmerupakan suatu
lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di
atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang
tidak dibersihkan (Bratthall,2004; Kidd and Bechal, 1992)
Terdapat
sejumlah organisme asidogenik yang dapat ditetapkan melalui kemampuan berkoloni
pada gigi untuk menurunkan PH sampai 4,1. Kondisi lingkungan yang mengandung
gula menguntungkan Streptococcus mutans, streptococcus sanguinis, lactobacillusacidophilus,
caser danactinomyces viscosus hampir memenuhi kriteria ini.Streptococcus mutans
merupakan kuman kariogenik karena mampu segera membuat asam dari karbohidrat,
karena fermentasi kuman-kuman tersebut tumbuh subur dalam suasana asam dan
dapat menempel pada permukaan gigi (Schachele, 1983; Kidd and Bechal,
1992;Bratthall, 2004).
d.
Waktu
Proses
terjadinya karies perlu waktu tertentu, karena bakteri kariogenik butuh waktu
lama dalam memfermentasikan karbohidrat menjadi asam yang akan melarutkan email
(Kidd dan Bechal, 1992). Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis
pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya
waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup
bervariasi diperkirakan 6-48 bulan (Kidd and Bechal, 1992; Bratthall, 2004)
4. Klasifikasi
Karies gigi
Menurut
Willet dkk(1991) dan Samaranayake (2006). Bentuk-bentuk dan letak karies
gigidiklasifikasikan berdasarkan kedalaman karies gigi yaitu :
a. Karies
superfisialis
Karies
yang sudah mengenai email, sedangkan bagian dentin belum terkena.
b. Karies
media
Karies
yang sudah mengenai bagian dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin atau
belum mengenai pulpa gigi.
c. Karies
profunda
Karies sudah mengenai
lebihdari setengah dentin dan masih selapis dentin
5.
Pencegahan Karies gigi
Modifikasi kebiasaan anak
Modifikasi
kebiasaan anak bertujuan untuk merubah kebiasaan anak yang salah mengenai
kesehatan gigi dan mulutnya sehingga dapat mendukung prosedur pemeliharaan dan
pencegahan karies
Oleh
karena itu, dirasakan adanya kebutuhan untuk melakukan upaya pencegahan
penyakit gigi melalui sekolah pada jenjang yang lebih awal, yaitu pra sekolah.
WHO merekomendasikan kelompok usia tertentu untuk diperiksa yaitu kelompok usia
5 tahun untuk gigi sulung.
Melakukan
promosi kesehatan cara mengosok gigi dengan baik dan benar, agar terhindar dari
penyakit gigi.
Karies gigi
adalah penyakit yang dapat dicegah. Pencegahan ini meliputi seluruh aspek
kedokteran gigi yang dilakukan oleh dokter gigi, individu dan masyarakat yang
mempengaruhi kesehatan rongga mulut. Sehubungan dengan hal ini, pelayanan
pencegahan difokuskan pada tahap awal, sebelum timbulnya penyakit
(pre-patogenesis) dan sesudah timbulnya penyakit (patogenesis) (Angela, 2005).
Hugh Roadman Leavell dan E Guerney Clark (Leavell dan Clark) dari Universitas
Harvard dan Colombia membuat klasifikasi pelayanan pencegahan tersebut atas 3
yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier (Rethman,2000).
a.
Pencegahan Primer
Pelayanan
yang diarahkan pada tahap pre-patogenesis merupakan pelayanan pencegahan primer
atau pelayanan untuk mencegah timbulnya penyakit. Hal ini ditandai dengan upaya
meningkatkan kesehatan (health promotion) dan memberikan perlindungan khusus
(spesific protection). Upaya promosi kesehatan meliputi pemberian informasi
mengenai cara menyingkirkan plak yang efektif atau cara menyikat gigi dan
menggunakan benang gigi (flossing). Upaya perlindungan khusus termasuk
pelayanan yang diberikan untuk melindungi hostdari serangan penyakit dengan
membangun penghalang untuk melawan mikroorganisme(Rethman,2000).
b.
Pencegahan Sekunder
Pelayanan
yang ditujukan pada tahap awal patogenesis merupakan pelayanan pencegahan
sekunder, untuk menghambat atau mencegah penyakit agar tidak berkembang atau
kambuh lagi. Kegiatannya ditujukan pada diagnosa dini dan pengobatan yang
tepat. Sebagai contoh, melakukan penambalan pada lesi karies yang kecil dapat
mencegah kehilangan struktur gigi yang luas (Rethman,2000).
c.
Pencegahan Tersier
Pelayanan
ditujukan terhadap akhir dari patogenesis penyakit yang dikenal sebagai
pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah kehilangan fungsi dari gigi.
Kegiatannya meliputi pemberian pelayanan untuk membatasi ketidak mampuan
(cacat) dan rehabilitasi. Gigi tiruan dan implan termasuk dalam kategori ini
(Rethman, 2000).
Putri
dkk.,2011menyatakan bahwa langkah-langkah tindakan pencegahan dalam bidang
kedokteran gigi menurut Leavel dan Clark terdiri dari lima tingkatan pencegahan
(five level of preventive)dalam melakukan pendidikan kesehatan, sebagai
berikut:
1.
Health promotion
Tahap ini
dapat diterapkan pada pencegahan karies gigi, diantaranya pendidikan kesehatan
gigi (dental health education), pendidikan mengenai gizi, yaitu tuntunan
pemberian kualitas makanan yang baik selama pembentukan dan perkembangan gigi.
2.
Specific protection
Tahap ini
adalah aplikasi topikal fluor di daerah yang tidak terjangkau fluoridasi air
minum, penutupan fisura, serta kemungkinan dilakukan imunisasi aktif.
3.
Early diagnosis and prompt treatment
Dilakukan
untuk mendeteksi karies gigi dan penyakit mulutlainnya yang bersamaan dengan
program kesehatan gigi. Program ini sebaiknya dilakukan secara berkala dan
berkesinambungan
4.
Disability limitationhap
Pada
tahap ini misalnya kegagalan dalam mendeteksi dini suatu penyakit atau dalam
tahap lanjutan yang telah mengenai pulpa sehingga harus dilakukan perawatan
saluran akar atau pencabutan.
5.
Rehabilitation
Pada
tahap terakhir ini dapat dilakukan penggantian gigi serta penempatan gigi pada
posisi yang tepat.
B. Perilaku
Menurut Antisari (2005), perilaku memegang peranan
penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut. Oleh karena
pentingnya perilaku dalam mempengaruhi status kesehatan gigi, maka perilaku
dapat mempengaruhi baik buruknya kebersihan gigi dan mulut termasuk
mempengaruhi skor karies dan penyakit periodontal (Wahyu dkk., 2013).
Buruknya perilaku kesehatan gigi masyarakat dapat
dilihat dari tingginya persentase masyarakat yang menyakini semua orang akan
mengalami karies gigi (79,16%), gigi tanggal pada usia lanjut (73,61%), karies
gigi sembuh tanpa perawatan dokter (24,44%), penyakit gigi tidak berbahaya
(59%), dan perawatan gigi menimbulkan rasa sakit (31,94%). Keyakinan ini akan
berpengaruh buruk pada tindakan pemeliharaan dan pencegahan gigi. Begitu halnya
dengan kebiasaan menyikat gigi presentase masyarakat yang menyikat gigi pada
waktu yang tepat (sesudah makan) sangat rendah (27,50%). Keyakinan gigi sembuh
sendiri mungkin penyebab hanya sedikit masyarakat yang berobat ke sarana
pelayanan kesehatan gigi (10%) (Tampubolon, 2006
Perilaku manusia adalah tindakan manusia yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti adat, emosi, etika dan lain-lain.
Aktivitas atau kegiatan manusia, bisa diartikan dalam bentuk yang luas, dan
aktivitas tersebut dapat diamati langsung, maupun yang tidak bisa diamati
langsung. Perilaku manusia merupakan bentuk dari suatu emosi yang mendapat
rangsangan dari luar (lingkungan). Green mencoba melakukan penelitian perilaku
seseorang dari tingkat kesehatan. Kesehatan individu atau masyarakat
dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan
faktor di luar perilaku (non behavior causes). Perilaku ini akan ditentukan
atau terbentuk dari 3 faktor: Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor),
Faktor faktor pendukung (enabling factors), Faktor-faktor pendorong
(reinforcing factors) (Notoatmodjo, 2003).
Budiharto (2010) menyatakan perilaku kesehatan adalah
sikap seseorang terhadap lingkungannya yang ada hubungannya dengan konsep sehat,
sakit, dan penyakit. Bentuk fungsional perilaku kesehatan digolongkan menjadi
tiga wujud, yaitu yang pertama perilaku dalam wujud pengetahuan yaitu dengan
mengetahui kondisi atau rangsangan dari luar yang berupa konsep sehat, sakit,
dan penyakit. Bentuk fungsional yang kedua, Perilaku dalam bentuk sikap yaitu
respon batin terhadap rangsangan dari luar yang disebabkan oleh faktor
lingkungan: fi sik (kondisi alam), biologis lingkungan sosial (masyarakat
sekitarnya), dan yang ketiga perilaku dalam bentuk tindakan yaitu berupa
perbuatan melakukan sesuatu terhadap situasi atau rangsangan luar.
C. Umur 3-6 Tahun
Anak usia dini merupakan masa keemasan yang patut
diperhatikan karena setiap tahap perkembangan mempunyai karakter khusus yang
unik, beberapa ahli mengatakan bahwa perkembangan intelektual anak usia 3 tahun
tidak diminimalkan dengan stimulasi yang benar, maka perkembangannya akan
berhenti sampai usia 6 tahun (Yulia, 2005). dengan berbagai macam potensi jika
anak usia 3 tahun dirangsang dan dikembangkan segala potensinya maka akan
berkembang secara optimal (Putri, Maemunah, & Rahayu, 2017).
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang sangat
penting bagi kesehatan secara keseluruhan, factor penting yang menentukan
kualitas sumber daya manusia adalah kesehatan anak usia pra sekolah. Salah satu
kelompok rentan terhadap penyakit gigi dan mulut, karena pada umumnya anak-anak
masih mempunyai perilaku atau kebiasaan diri yang kurang baik terhadap
kesehatan gigi dan mulut (Berwulo, 2011).
Menurut Biechlerdan Snowman yang dikutip oleh
Patmonodewo (2003), yang dimaksud anak usia prasekolah adalah anak-anakyang
berusia 3-6 tahun. Yang berusia 3 tahun biasanya mengikuti program kelompok
bermain sedangkan yang berusia 4-6 tahun biasanya mengikuti program Taman
kanak-kanak. Anak usia prasekolah mempunyai ciri khas yaitu sedang menjalani
proses tumbuh kembang termasuk tumbuh kembang gigi sulung dan gigi tetap,
banyak melakukan aktivitas jasmani,dan mulai aktif berinteraksi dengan
lingkungan sosial maupun alam sekitarnya.
Gigi pada anak prasekolah umumnya masih merupakan gigi
sulung (primary teeth) dengan struktur dan morfologi gigi yang rentan terhadap
karies. Menurut Maulidta,7 prevalensi karies gigi anak usia prasekolah yang
masih tinggi disebabkan antara lain karena kebiasaan mereka menyikat gigi tidak
sesuai prosedur serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang kariogenik. Selain
itu,anak masih sangat tergantung pada orangtua dalam hal menjaga kebersihan dan
kesehatan giginya.
Gigi sulung bila tumbuh lengkap berjumlah 20 buah,
masing-masing 10 gigi di rahang atas dan 10 gigi di rahang bawah yang terdiri
dari 4 gigi seri (insisivus), 2 gigi taring (kaninus),dan 4 gigi geraham
(molar). Gigi-gigi pertama biasanya erupsi setelah 6-7 bulan sesudah kelahiran
dan semua gigi-gigi sulung biasanya erupsi pada usia 2,5 atau 3 tahun. Dengan
demi-kian,sejak usiaini anak tersebut sudah siapmengunyah makanan dengan
sempurna.
Menurut Kotler dan Clarke, pola umur mempengaruhi
permintaan fasilitas perawatan kesehatan. Kebutuhan kesehatan sebagian besar
berkaitan dengan umur. Struktur umur di
negara berkembang memiliki proporsi penduduk muda yang lebih besar dan proporsi
penduduk usia tua lebih kecil dibandingkan dengan negara maju.
Menurut Trisnantoro, faktor umur sangat mempengaruhi
permintaan konsumen terhadap pelayanan kesehatan preventif dan kuratif.
Fenomena ini terlihat pada pola demografi di negara-negara maju yang pola permintaan pelayanan kesehatan gigi yang
lebih baik dibandingkan dengan kelompok berubah menjadi masyarakat tua.
D.
Obat-obat yang diberikan
Penatalaksanaan
Pengobatan
simptomatik dapat diberikan parasetamol atau ibuprofen atau asam mefenamat.
a.
Parasetamol
Dosis dewasa :500 mg setiap 6-8 jam.
Dosis anak : 10-15 mg/kgbb, setiap 6-8 jam.
b.
Ibu profen
Dosisdewasa: 200mg 3 kali sehari.
c.
Asam Mefenamat
Dosis dewasa: 500mg awal dilanjutkan 250 mg 3 kali
sehari sesudahmakan (Kemenkes, 2012)
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada anak TK R.A Bustanussholihin sebagian
besar yang mengalami karies gigi adalah murid dengan jenis kelamin laki-laki,
dan murid di TK R.A Bustanussholihin lebih banyak murid dengan jenis kelamin
laki-laki dengan jumlah 30 orang dibandingkan dengan murid perempuan yang
berjumlah 19 orang. Hal tersebut yang memungkinkan sebagian besar yang
mengalami karies gigi adalah murid dengan jenis kelamin laki-laki dibandingkan
dengan murid perempuan. Pada korelasi antara kebiasaan memberi makan manis,
lengket dan minum susu dengan kejadian karies gigi pada anak usia 4–6 tahun
menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang kuat. Dan pada korelasi antara
kebiasaan pemeliharaan kebersihan gigi anak dengan kejadian karies gigi pada
anak usia 4–6 tahun menunjukkan hubungan atau korelasi lemah, hal ini karena
sampel relatif homogen sehingga statistik tidak bisa membedakan karena kedua
kelompok tersebut baik yang karies dan tidak karies sudah melakukan pemeliharaan
kebersihan gigi dengan baik. Sedangkan pada korelasi antara pemeriksaan gigi
dan mulut anak dengan kejadian karies gigi pada anak usia 4-6 tahun menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan atau korelasi lemah. Hal ini karena sampel relatif homogen sehingga
statistik tidak bisa membedakan karena kedua kelompok tersebut baik yang karies
dan tidak karies melakukan pemeriksaan gigi dan mulut anak kurang.
B. Saran
Meningkatkan
penyuluhan tentang pemberian makan manis, lunak dan lengket yaitu dengan
pengendalian asupan gula yang tinggi, memperbanyak makanan yang berserat,
menghindari makanan lunak dan lengket seperti cokelat agar tidak terjadi karies
gigi serta menghindari pemberian susu formula maupun ASI pada waktu tidur siang
atau malam dalam jangka waktu yang lama agar tidak terjadi karies. Meningkatkan
penyuluhan tentang pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut anak seperti sikat
gigi minimal dua kali sehari pada waktu setelah makan dan sebelum tidur malam
dengan menggunakan pasta gigi berfl ourid sehingga kesehatan gigi dapat
diperoleh secara optimal. Meningkatkan penyuluhan tentang pentingnya
pemeriksaan gigi dan mulut anak secara rutin 6 bulan sekali.
DAFTAR PUSTAKA
·
Budiharto. 2010.
Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan Gigi. EGC: Jakarta.
·
Hamsafi r, E. 2010.
Panduan Menyikat Gigi Pagi dan Malam Berdasarkan Umur. Gramedia: Jakarta.
·
Notoatmodjo, S. 2003.
Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
·
Departemen Kesehatan RI.
2001. Profil Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia pada Pelita VI. Dirjen
Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan Gigi. Jakarta.
·
Budiharto. 1998.
Kontribusi umur, pendidikan, jumlah anak, status ekonomi keluarga, pemanfaatan
fasilitas kesehatan gigi dan pendidikan kesehatan gigi terhadap perilaku ibu,
JKGUI; 5(2): 92-108
·
Patmonodewo S. Pendidikan
Anak Prsekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta;2003
·
NotoatmojoS. Pendidikan
dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta;2003.15.
·
Peterson PF. The World
Oral Report. Geneva: WHO, 2003
·
Wulandari EP, Status
Kesehatan Gigi dan Masalah Kesehatan Gigi yang dikeluhkan Ibu Ibu Rumah Tangga
Kelurahan Harjosari Kecamatan Medan Amplas. Diunduh tanggal 13 Januari 2014
dari http://www.researchgate.net/publication/42349928
·
Widayati, N.,
(2014)Faktor Yang Berhubungan Dengan Karies Gigi Pada Anak Usia 4-6 Tahun.
Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 2 Mei 2014: 196-205.
·
Kiswaluyo Bagian Ilmu
Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember
·
Angela A. 2005.
Pencegahan Primer Pada Anak Yang Beresiko karies Tinggi.http://journal.unair.
ac.id/filerPDF/DENTJ-38-3-07.pdf (sitasi 27 Juni 2013).
·
Asse R. 2010. Kesehatan
Gigi dan Dampak Sosialnya (Catatan dari Maratua). from kesehatan.
kompasiana.com: http://kesehatan.kompasiana.
com/medis/2010/11/23/kesehatan-gigi-dan dampak-sosialnya-catatan-dari-maratua-320506.
html (sitasi 18 Oktober 2013).
·
Cholid N, Abu A. 2007.
Metodologi Penelitian. Jakarta; Bumi Aksara. Depkes RI. 2010. Profi l Kesehatan
Indonesia 2010. http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL KESEHATAN INDONESIA 2010.pdf (sitasi 16
Juli 2010).
·
Donna L. 2009. Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik vol. 1 edisi 6. Jakarta; EGC.
·
Houwink et al. 2000. Ilmu
Kedokteran Gigi Pencegahan. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press.
·
Kumala P, dkk. 2006.
Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta; EGC. Melanie S. 2011. A-Z Kesehatan
Gigi Panduan Lengkap Kesehatan Gigi Keluarga.Solo; Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri.
·
Notoatmodjo S. 2005.
Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta; Rineka Cipta.
·
Meningkatkan Pengetahuan
Kesehatan Gigi dan Mulut. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.
php/ujph/article/viewFile/179/187 (sitasi 16 september)
·
Bulan Kesehatan Gigi
Nasional 2010.
http://www.pdgi.or.id/news/detail/bulankesehatan-gigi-nasional-2010 (sitasi 16
juli 2013).
·
PDGI. 2011. Sambutan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Pada Peringatan Bulan Kesehatan Gigi
Nasional 2011.http://www.pdgi.or.id/artikel/
detail/sambutan-menteri-kesehatan-republikindonesia-pada-peringatan-bulan-kesehatan-giginasional-2011
(sitasi 28 maret 2013).
·
Suwelo. 1992. Karies Gigi
pada Anak dengan Pelbagai Faktor Etiologi: Kajian pada Anak Usia Prasekolah.
Jakarta; EGC.
·
Tampubolon N. 2006.
Dampak Karies Gigi dan Penyakit Periodontal terhadap Kualitas Hidup. Disertasi
[tidak dipublikasikan]. USU Reposity.
·
Wahyu, dkk,. 2013.
Hubungan Dukungan Keluarga terhadap Perilaku Menjaga Kesehatan Gigi Anak Usia
Prasekolah di Taman Kanak Kanak Ar Ridlo Kecamatan Blimbing Kota
Malang.http://old. fk.ub.ac.id/artikel/id/fi ledownload/keperawatan/
MAJALAH_INDRA%20WAHYU%20 S_0910723028.pdf (Sitasi 16 September 2013)
·
Nasihah, K. dkk. Analisis
Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Dokter Gigi Dalam Pelayanan Kesehatan
Gigi dan Mulut di Puskesmas Kabupaten Jember.
·
J. Adm Kebijak Kesehatan
2006. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4306138143. pdf [serial online]. [8 Agustus
2012]: 138143.
·
Wibowo A, dkk. 2008.
Modul SPSS. Surabaya. Departemen Biostatistika dan Kependudukan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
·
WHO. 2012. Oral health
http://www.who.int/ mediacentre/factsheets/fs318/en/ (sitasi 16 September
2013).
·
WHO. 2003. The World Oral
Health Report. http:// www.who.int/oral health/media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar